26 April 2024 00:17
Search
Close this search box.

Masyarakat Sipil Desak Proses Peradilan yang Bersih dan Adil Pasca Putusan Bebas Terdakwa Kasus TPPO PT SSS!

Audiensi Masyarakat Sipil bersama Komisi Yudisial (Dok. Migrant Care/Yovi)

Pada Jumat, 3 Agustus 2018, Jaringan Advokasi Korban TPPO (Migrant CARE, LBH APIK Semarang, LRC KJHAM, Jakerham dan SBMI Jateng) melakukan audiensi bersama Komisi Yudisial Republik Indonesia dengan tujuan melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan Majelis Hakim/Hakim pada Pengadilan Negeri Semarang yang memeriksa dan mengadili perkara/yang mengeluarkan Putusan terhadap Perkara Nomor: 49/Pid.Sus/2018/PN.SMG tanggal 5 Juli 2018. Pada putusan tersebut, terdakwa (Direktur PT Sofia Sukses Sejati) dalam perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) diputuskan “lepas dari segala tuntutan hukum”.

Selama proses peradilan, perilaku hakim diduga bertentangan dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang tertuang dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 bahwa hakim harus: berperilaku adil, bersikap profesional, mandiri, berintegritas tinggi. Selain itu, juga diduga bertentangan dengan  PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum Pasal 5 huruf a,  “Hakim tidak boleh: menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan, menyalahkan dan/atau mengintimidasi Perempuan Berhadapan dengan Hukum” dan Pasal 7, “Selama jalannya pemeriksaan persidangan, hakim agar mencegah dan/atau menegur para pihak, penasihat hukum, penuntut umum dan/atau kuasa hukum yang bersikap atau membuat pernyataan yang merendahkan, menyalahkan, mengintimidasi dan/atau menggunakan pengalaman atau latar belakang seksualitas Perempuan Berhadapan dengan Hukum”.

Dalam kesempatan audiensi ini sebagai upaya mewujudkan peradilan yang bersih dan adil, Jaringan Advokasi Korban TPPO berpandangan bahwa:

  1. Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, mengabaikan fakta yang dapat menjerat terpidana, dan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terpidana atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya. Pada kenyataannya hakim mengabaikan keterangan yang diberikan oleh saksi ahli secara komprehensif dan hanya mempertimbangkan kesaksian yang cenderung meringankan terdakwa.
  2. Hakim juga dilarang mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang dapat menimbulkan kesan memihak, berprasangka, mengancam, atau menyudutkan para pihak atau kuasanya atau saksi-saksi. Dalam catatan pemantauan persidangan ditemukan beberapa pernyataan yang menyudutkan dan mengintimidasi saksi dan korban.
  3. Hakim juga harus menerapkan standar perilaku yang sama bagi advokat, penuntut, pegawai pengadilan atau pihak lain yang tunduk pada arahan dan pengawasan hakim yang bersangkutan.
  4. Hakim wajib bebas dari hubungan yang tidak patut dengan kelompok lain yang berpotensi mengancam kemandirian Hakim dan Badan Peradilan. Hakim harus menghindari hubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan Advokat, Penuntut dan pihak-pihak dalam suatu perkara tengah diperiksa oleh Hakim yang bersangkutan.
  5. Beberapa kejanggalan dalam proses peradilan seperti tidak digunakannya Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagai landasan proses dan putusan hukum mengarahkan proses yang tidak berperspektif keadilan dan cenderung meringankan terdakwa.
  6. Berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, hakim harus membantu para pihak dan mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 4 dalam Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Nyatanya Putusan bebas yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, setelah penundaan beberapa kali, tidak mencerminkan rasa keadilan bagi korban karena tidak sebanding dengan dampak psikologis yang dialami para korban hingga saat ini.

Untuk itu, Jaringan Advokasi Korban TPPO berharap dalam audiensi ini Komisi Yudisial dapat secara maksimal menindaklanjuti pelaporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim oleh hakim/majelis hakim dalam perkara Nomor: 49/pid.sus/2018/PN.SMG sebagai upaya untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan dapat dipertanggungjawabkan, serta melaksanakan fungsi pengadilan yang berintegritas tinggi, jujur dan profesional.

Jakarta, 3 Agustus 2018
Migrant CARE, LBH APIK Semarang, LRC KJHAM, Jakerham dan SBMI Jateng

NARAHUBUNG
Migrant CARE (Nurharsono): 085714246404
LBH APIK Semarang (Ayu): 089668505994
LRC KJHAM (Santi): 085740001074
JAKERHAM (Ahmad Misrin): 087700222350
SBMI Jateng (Novi): 081329177721

Sila unduh Siaran Pers di sini:
Press Release — Jaringan Advokasi Korban TPPO Audiensi ke Komisi Yudisial

Baca juga:
Putusan Bebas Terdakwa Perkara TPPO Menciderai Keadilan Pekerja Migran Indonesia!
Penundaan Putusan Pengadilan Kasus TPPO Direktur PT SSS Juga Menunda Keadilan Bagi Korban!
Refleksi Kasus TPPO PT Sofia Sukses Sejati (2): Korban Terombang-Ambing Ketidakadilan!
Refleksi Kasus TPPO PT Sofia Sukses Sejati (1): Lulusan SMK Jadi Korban Perdagangan Manusia

TERBARU