19 April 2024 01:00
Search
Close this search box.

Hasil Survey Pengiriman PRT Migran Pasca Moratorium – Bandara Soekarno Hatta

Pengiriman PRT Migran Pasca Moratorium

Pada bulan Maret 2015 – Mei 2016, Migrant CARE melakukan survey pengiriman PRT Migran Perempuan Indonesia keluar negeri pasca moratorium di Bandara Soekarno Hatta. Moratorium keberangkatan PRT migran ke negara Timur Tengah sudah diberlakukan sejak tahun 2015. Survey dilakukan dengan metode wawancara kepada calon PRT migran yang akan berangkat ke Timur Tengah dan Malaysia dengan 2.644 responden. Survey ini dilakukan untuk tujuan 1) mendapatkan informasi mengenai hak atas PRT migran terhadap akses komunikasi dan 2) mendapat potret kondisi pengiriman PRT migran pasca moratorium.

Mayoritas responden berasal dari Jawa Barat, Cianjur 234 orang (14,5%), Karawang 176 orang (10,9%), Cirebon 172 orang (10,7%), Bandung 111 orang (6,9%), Sukabumi 99 orang (6,1%), Indramayu 96 orang (6,0%), Serang 81 orang (5,0%), Lombok 81 orang (5,0%), Majalengka 56 orang (3,5%), dan Purwakarta 53 orang (3,3%). Sementara 42 orang (2,6%) berasal dari Sumbawa Nusa Tenggara Barat.

Dari jumlah responden ini, 1020 orang adalah PRT migran yang baru berangkat dan 1624 orang merupakan PRT migran Re-Entry. Situasi ini memperlihatkan bahwa moratorium penempatan PRT migran ke Timur Tengah dan Malaysia tidak implementatif dalam praktek dan diduga kuat tidak ada pengawasan.

Negara tujuan PRT migran adalah Uni Saudi Arabia 964 orang, Uni Emirat Arab 793 orang, Bahrain 220 orang (1 Oman 170, Qatar 157, Kuwait 57 orang, dan Malaysia 283 orang.

Modus Pengiriman PRT Migran Ke Negara-Negara Timur Tengah dan Malaysia Pasca Keluarnya Kebijakan Moratorium

Modus pengiriman PRT migran ke negara-negara timur tengah dan Malaysia pasca keluarnya kebijakan moratorium adalah pengiriman menggunakan visa ziarah, menyamarkan penampilan, umroh, mengunjungi saudara, dan transit.

Pola Recruitment dan Pengiriman PRT Migran Oleh Perusahaan Penempatan di Indonesia

Kontrak Kerja:

Dari sejumlah responden, 2117 orang (81,9%) melihat kontrak kerja, sementara 18,1% atau 513 orang PRT migran mengatakan bahwa mereka tidak pernah melihat kontrak kerja.

Dari pengamatan dilapangan, berikut beberapa peristiwa pengiriman PRT migran pasca moratorium:

  • Ketidakefektifan moratorium karena tetap ditemukan 1020 calon prt migran yang siap berangkat ke Timur Tengah dan Malaysia
  • Agen (pptkis dan calo) masih membantu calon prt migran untuk berangkat
  • Tidak semua PRT migran memegang hp sendiri, kebanyakan mereka mengatakan HP mereka ditahan oleh majikan atau dilarang menggunakan HP ditempat mereka bekerja.
  • PRT migran tidak dapat memegang passportnya sendiri di negara penempatan
  • PRT migran tidak membawa copy kontrak kerja

Informasi Tambahan terkait dengan hasil survey akses komunikasi

Sulitnya mendapatkan akses komunikasi dan informasi juga tergambar dalam temuan Migrant CARE melalui program SHELTER ME yang merupakan advokasi berbasis teknologi yang coba dikembangkan melalui sistem komunikasi Telepon Tree (Teltree) yang sudah diimplementasikan sejak Tahun 2015. Metode komunikasi melalui sms yang sebelumnya telah mendapatkan consent dari PRT migran yang akan ke Timur Tengah untuk bergabung dalam anggota Teltree. Metode komunikasi ini mengalami hambatan yang cukup significan, terutama dalam mengupayakan efektifitas komunikasi bersama PRT Migran Indonesia yang saat ini bekerja di Timur Tengah. Hal ini dikarenakan telepon genggam yang dimiliki oleh PRT migran diambil alih oleh majikan, jam kerja yang ketat, termasuk peraturan ketat yang diberlakukan oleh majikan untuk melakukan komunikasi.

Informasi-informasi yang diberikan melalui Telepon Tree:

  1. Tips-tips penting bekerja dengan aman
  2. Informasi jika ketika menghadapi masalah ditempat kerja.
  3. Informasi Budaya
  4. Sebagai wadah untuk menyampaikan keluh kesah

Pembatasan dan isolasi yang dialami PRT migran di Timur Tengah sampai saat ini menjadi persoalan yang sulit diatasi, dikarenakan Negara-negara Teluk terutama Saudi Arabia memberlakukan sistem Kafalah ketenakerjaan mereka. Sistem Kafalah adalah sistem sponship yang diberlakukan oleh pemerintah yang digunakan untuk mengatur, mengelola, dan mengontrol populasi tenaga kerja migran sementara yang berada di negara-negara teluk. Dengan sistem ini PRT migran sangat terikat dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh majikannya, termasuk melakukan tindakan penyitaan alat komunikasi, dokumen-dokumen penting seperti paspor,kontrak kerja, dan barang-barang lainnya. Sistem Kafalah yang diberlakukan di negara-negara teluk tidak hanya melakukan pembatasan komunikasi, tetapi sistem ini juga berpotensi menjadikan PRT migran rentan dengan situasi-situasi eksploitatif, penyiksaan, kekerasan dan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Permasalahan utama yang dikemukakan oleh PRT migran adalah; kesulitan untuk menerima dan mengetahui pesan yang dikirimkan oleh Migrant CARE dikarenakan telepon selular mereka ditahan oleh majikan dan komunikasi selalu diambil alih secara langsung oleh majikan. Fakta ini kami dapatkan melalui metode pengecekan nomor kotak dengan menelpon satu persatu secara langsung untuk memeriksa persoalan ketidakefektifan komunikasi, dari 151 nomor telepon yang sudah terdaftar sampai dengan Februari 2016, hanya 42 nomor mengangkat dan merespon telepon dari operator, 109 telepon tersambung tetapi tidak ada respon, dan sisanya tidak aktif atau tidak tersambung.

Selain beberapa temuan diatas, terdapat aspek lainnya yang menjadi pembelajaran bagi Migrant CARE; sistem yang sangat tertutup di negara-negara Timur Tengah termasuk dalam sistem jaringan yang mempengaruhi secara langsung berjalannya sistem ini. Diperlukan assement yang cukup untuk menentukan penyedia data dan informasi- komunikasi yang dapat mengadaptasikan Telepon Tree. Pembelajaran lainnya ketatnya waktu yang dimiliki oleh PRT migran di tempat mereka bekerja untuk dapat aktif berkomunikasi di jaringan ini dan perbedaan waktu .

Refleksi secara menyeluruh dari ketidakefektifan Telepon Tree akhirnya berkaitan secara langsung dengan sistem yang amat sangat tertutup di Timur Tengah, baik itu antara negara dan negara, dan sistem budaya dan kelurga yang dijalankan di Timur Tengah.

TERBARU