13 October 2024 15:15
Search
Close this search box.

Dialog Publik Uji RUU PPILN

Dialog-Publik-Uji-RUU-PPILA

 

Uji Publik terhadap RUU PPILN (Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri)

Mendorong Revisi UU PPILN Berbasis Pada Standar HAM Internasional

Jakarta, 21 Mei 2013

 

Kerjasama Migrant CARE – ILO

  1. Latar Belakang

 

Pemerintah Indonesia pada tanggal 12 April 2012 telah meratifikasi Konvensi Pekerja Migran dan Keluarganya tanpa melakukan reservasi atas pasal apapun. Konvensi ini telah tercatat dalam lembaran negara Republik Indonesia No. 115 tertanggal 2 Mei 2012 melalui UU No. 6 Tahun 2012. Hal ini berarti Indonesia telah mengikatkan diri pada konvensi ini dan berkomitmen untuk menjalankan isi dari konvensi tersebut.

 

Proses ini merupakan langkah maju mengingat pemerintah dan DPR RI telah berkali-kali menunda ratifikasi konvensi buruh migran selama hampir 13 tahun. Ratifikasi ini merupakan suatu awal yang baik untuk memperkuat komitmen pemerintah Indonesia dalam memastikan jaminan perlindungan HAM bagi buruh migran. Selain itu, ratifikasi ini juga menjadi landasan bagi penguatan diplomasi perlindungan buruh migran di forum internasional.

 

Pada sisi lain, ratifikasi melahirkan beberapa kewajiban penting bagi pemerintah Indonesia, khususnya memastikan adanya implementasi atas isi konvensi di tingkat nasional. Seperti diatur dalam pasal 84 Konvensi, setiap negara yang menjadi negara pihak dari konvensi wajib mengambil langkah-langkah legislatif dan langkah lainnya untuk memastikan pemberlakuan secara efektif isi dari konvensi tersebut. Hingga saat ini, belum terdapat suatu langkah kebijakan maupun langkah administratif lainnya yang substansial yang mendorong percepatan penerapan konvensi.

 

Salah satu langkah yang dimandatkan kepada negara pihak dalam konvensi mengambil langkah legislatif yang perlu untuk memastikan pelaksanaan isi konvensi. Dalam konteks ini, pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan upaya harmonisasi hukum nasional, terutama yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan dan perlindungan hak-hak seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya agar sesuai dengan standar hak asasi pekerja migran sebagaimana diatur dalam Konvensi. Harmonisasi ini dilakukan untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada pekerja migran dan anggota keluarganya, tanpa diskriminasi, sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional sebagaimana diatur oleh Konvensi.

 

Saat ini pemerintah Indonesia sedang melakukan revisi UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pada tanggal 11 September 2012, melalui sidang paripurna DPR RI menetapkan Pansus untuk pembahasan revisi UU PPTKILN. RUU revisi UU Nomor 39 tahun 2004 pada tanggal 5 Juli 2012 telah disetujui pada sidang paripurna DPR RI sebagai RUU inisiatif DPR RI dan akan di bahas dengan pemerintah. Presiden SBY telah mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) Nomor:R. 57/Pres/08/2012 tertanggal 2 Agustus 2012 tentang penunjukan wakil pemerintah untuk pembahasan RUU tentang perlindungan pekerja Indonesia di luar negeri. Ampres tersebut menunjuk enam kementerian yakni, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementrian Luar Negeri, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kementrian Hukum dan HAM.

 

Muatan RUU revisi tentang perlindungan pekerja Indonesia di luar negeri tersebut belum sepenuhnya mencerminkan isi konvensi PBB 1990 tentang perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya. Draft RUU yang sedang didalam proses pembahasan di DPR tersebut, secara jelas menggambarkan tidak adanya perubahan paradigma dalam menangani masalah tenaga kerja Indonesia, secara khusus hal ini merujuk pada absennya paradigma perlindungan dalam keseluruhan draft. Dengan mendasarkan diri pada konvensi, pengaturan mengenai tenaga kerja Indonesia di luar negeri, seharusnya terdapat pergeseran cara pandang dari soal penempatan dan prosedur penempatan, ke perlindungan. Pergeseran paradigma ini mensyaratkan adanya perubahan cara pandang dari tenaga kerja Indonesia sebagai komoditi menjadi tenaga kerja yang memiliki sejumlah hak asasi yang harus dilindungi. Undang-undang PPTKILN yang mengatur hanya masalah prosedur penempatan dan hubungan ketenagakerjaan dalam proses penempatan dan paska penempatan selama ini terbukti tidak bisa melindungi buruh migran Indonesia, terutama PRT migran.

 

Selain itu, perspektif pengaturan yang berorientasi pada tata kelola teknis semata telah memberikan ruang yang luas kepada pihak swasta, yakni perusahaan Jasa Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri (PJTKI) untuk mengembangkan penempatan tenaga kerja sebagai suatu industri dan bukan merupakan bagian dari fungsi publik dalam memfasilitasi warga negara untuk memperoleh akses atas pekerjaan. Praktek ini mendorong berlangsungnya proses komoditisasi tenaga kerja Indonesia dalam proses penempatan kerja di luar negeri. Undang-undang tersebut telah memfasilitasi (PJTKI) atau PPTKIS untuk membangun industri atau kerajaan bisnis penempatan buruh migran dengan meraup keuntungan yang luar biasa besarnya yang dilegitimasi oleh UU TKI, juga tetap dipertahankan posisinya dalam revisi UU tersebut. Perubahan UU ini lebih banyak merubah istilah tanpa merubah substansi. Seperti TKI dirubah menjadi PILN (Pekerja Indonesia Luar Negeri), PPTKIS dirubah menjadi PPPLIN, BNP2TKI dirubah menjadi BPPPILN dan KTKLN dirubah menjadi KPILN.

 

Sejak pemerintah mengirimkan DIM (Daftar Inventaris Masalah) pada 6 Februari 2013, PANSUS RUU PPILN telah melakukan rapat kerja pada tanggal 26 Februari 2013 yang menghasilkan pembentukan PANJA (Panitia Kerja) RUU PPLIN yang beranggotakan 19 orang dari komisi I, III dan IX . Pada tanggal 8 April 2013, PANJA telah menggelar rapat kerja dengan pemerintah, dimana PANJA hanya dihadiri oleh 6 orang. Dalam rapat pembahasan tersebut pemerintah tetap bersikukuh dengan judul RUU tetap menggunakan judul lama, yakni penempatan dan perlindungan, namun sampai rapat berakhir belum disepakati judul RUU atau pending. Secara umum, DIM pemerintah lebih mundur daripada RUU PPILN DPR RI.

 

Mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, BAB XI tentang partisipasi masyarakat, pasal 96 ayat (1) “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan” dan berdasarkan proses pembahasan RUU PPILN yang sedang berlangsung di DPR RI, Migrant CARE atas support ILO menyelenggarakan Dialog Publik “Uji Publik RUU PPILN.

 

  1. Tujuan

 

Tujuan dari kegiatan adalah:

  1. Membangun dialog antara masyarakat dengan pengambil kebijakan (eksekutif dan legislative) mengenai revisi UU TKI
  2. Memperkuat substansi revisi UU TKI dari perspektif hak asasi manusia, terutama konvensi international 1990 tentang perlindungan seluruh hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya dan konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT
  3. Memperkuat opini public tentang pentingnya mengawal proses pembahasan revisi UU TKI di DPR RI

 

  1. Output

 

  1. Adanya dialog antara masyarakat dengan pengambil kebijakan (eksekutif dan legislative) mengenai revisi UU TKI
  2. Menguatnya substansi revisi UU TKI dari perspektif hak asasi manusia, terutama konvensi international 1990 tentang perlindungan seluruh hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya dan konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT
  3. Menguatnya opini public tentang pentingnya mengawal proses pembahasan revisi UU TKI di DPR RI

 

  1. Waktu dan Tempat

 

Hari /Tanggal              : Selasa/ 21 Mei 2013

Jam                                : 13.00 – 17.00 (diawali dengan makan siang)

Tempat                         : Hotel Saripan pacific

Jl. M.H.Thamrin 6 Jakarta T: 021 2993 2888

 

  1. Peserta dan Narasumber

 

Peserta dalam dialog public ini adalah perwakilan dari serikat buruh, NGO di Jakarta dan daerah, pemerintah, dan media.

 

Adapun keynote speaker dalam Dialog public ini adalah Bapak Wardana (wakil menteri Luar Negeri RI), dengan narasumber Eva Kusuma Sundari (DPR RI), Mohammad Anshor (Direktur HAM Kemlu), A.Y Bonasahat (ILO), Anis Hidayah (Migrant CARE) dan Eni Lestari (Buruh migran di Hongkong by Skype)

 

  1. Penyelenggara

 

Penyelenggara kegiatan ini adalah Migrant CARE atas support dari ILO Jakarta. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Nur Harsono ([email protected]/085714246404), Siti Badriyah ([email protected]/085217418728) dan Indah Utami ([email protected]/081380767200)

 

  1. Jadwal Acara

 

Hari/Tanggal Jam Agenda
Selasa, 21 Mei 2013 13.00 – 13.3013.30 – 13.4013.40 – 13.50

13.50 – 14.15

14.15 – 17.00

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

17.00 – 17.05

Registrasi dan makan siangPembukaan dari Migrant CARESambutan dari ILO Jakarta

Keynote Speaker oleh Bapak Wardana (Wamenlu RI)

Dialog Publik

  • Proses Pembahasan RUU PPILN di DPR RI (Eva Kusuma Sundari)
  • Harmonisasi Konvensi buruh migran ke dalam revisi UU TKI (Mohammad Anshor, Direktur HAM Kemlu)
  • Standar HAM Internasional bagi perlindungan buruh migran (A.Y. Bonasahat, ILO Jakarta)
  • Usulan Migrant CARE terhadap Revisi UU buruh migran (Anis Hidayah, Migrant CARE)
  • Usulan Buruh Migran terhadap revisi UU TKI (Eni Lestari, buruh migran di Hongkong, by skype)

 

Moderator: Wahyu Susilo

Penutupan

 

TERBARU