Pada 2 Juli 2019, Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Peraturan Menteri ini merupakan peraturan pelaksana dari ketentuan Pasal 60, 61 ayat (3) dan Pasal 63 ayat (4) dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Berdasar pembacaan kritis terhadap Peraturan Menteri tersebut dari sudut tata cara penyusunan perundangan/peraturan, kewajiban tentang pelibatan masyarakat dalam penyusunan peraturan perundangan dan substansi perlindungan hak-hak pekerja migran, ditemukan titik-titik kelemahan yang membuat Peraturan Menteri ini tidak layak menjadi regulasi yang mengatur tata kelola penempatan pekerja migran.
Migrant CARE bersama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Jaringan Buruh Migran (JBM) menemukan fakta-fakta yang memperlihatkan bahwa Peraturan Menteri ini mengandung Cacat Formil dan Cacat Materiil. Cacat Formil terletak pada proses penerbitan Peraturan Menteri ini yang mendahului Peraturan Pemerintah yang seharusnya menjadi acuan. Hal ini diperkuat dengan proses pembahasan yang dilakukan tanpa melalui konsultasi publik dengan masyarakat. Sedangkan Cacat Materiil terletak pada substansi Peraturan Menteri yang banyak bertentangan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang menjadi landasannya.
Ditemukan juga beberapa konten dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2019 yang bertentangan dengan roh dan semangat perlindungan hak-hak pekerja migran sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Konten-konten tersebut antara lain terdapat dalam:
- Pasal 7 Permen 9/2019 mengatur adanya tahapan OPP (Orientasi Pra Penempatan), yaitu pengganti dari PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan) yang merupakan pasal lama dalam UU No.39/2004 yang sudah dihapuskan oleh UU No 18/2017. Dengan diaturnya kembali OPP, maka berpotensi membuka ruang dan peluang bisnis perusahaan penempatan pekerja migran sebagai pelaku utama.
- Pasal 12 ayat (1) Permen 9/2019 mengatur pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan oleh P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia), sementara semangat Undang Undang membebaskan PMI untuk menentukan pilihan pemeriksaan kesehatan. Pasal ini akan menjadi peluang bisnis perusahaan
- Pasal 40 Permen 9/2019 menyebutkan keberadaan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) yang sudah dihapuskan oleh UU. Hal ini menujukkan bahwa peraturan menteri ini disusun hanya merupakan reproduksi dan replikasi dari peraturan menteri sebelumnya yang bertentangan dengan semangat UU No. 18/2017.
- Pasal 24 Permen 9/2019 tidak sinkron dan tidak selengkap butir-butir perlindungan pada saat bekerja sebagaimana Pasal 21 UU 18/2017, hanya mengatur laporan kedatangan dan kepulangan, verifikasi dan pembinaan. Terlihat bahwa ada substansi UU yang direduksi dan cenderung dikesampingkan.
- Pasal 38 Permen 9/2019 mengatur bahwa Menteri Ketenagakerjaan dapat membentuk tim khusus dalam pengendalian dan peningkatan kualitas Pasal ini melampaui isi sebuah permen, yang semestinya diatur oleh PP atau Perpres.
Substansi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2019 yang bertentangan dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2017 (UU PPMI) akan berdampak pada:
- Menghidupkan kembali bisnis swasta yang telah dihilangkan oleh UU PPMI.
- Biaya penempatan tetap akan mahal karena mandat Peraturan Menteri menghidupkan medical check up, pemeriksaan psikologi, OPP dan urus visa yang diserahkan untuk dikelola swasta.
- Membuka peluang tumpang tindih peran antara pemerintah (baik pemerintah pusat, daerah dan desa) dan swasta.
- Memperpanjang birokrasi penempatan yang telah disederhanakan dalam Undang-Undang melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA).
- Mengembalikan peran swasta dalam penempatan akan berpotensi mengakibatkan eksploitasi, pelanggaran HAM bagi pekerja migran, terutama perempuan
Berdasarkan hal tersebut di atas, kami, Migrant CARE, SBMI dan JBM mendesak Pemerintah Indonesia:
- Pemerintah Indonesia harus segera membatalkan Permenaker No.9 Tahun 2019.
- Presiden Joko Widodo harus mengevaluasi kinerja Menteri Ketenagakerjaan RI sebagai bahan pertimbangan untuk penentuan Kabinet Kerja Periode II (2019 – 2024).
- Melakukan Audit menyeluruh pada seluruh kebijakan pemerintah yang terbit pasca diundangkan Undang-Undang No.18 Tahun 2017.
- Mengaudit proses penempatan pekerja migran pasca penerbitan Undang-Undang No.18 Tahun 2017.
Jakarta, 10 Oktober 2019
Kontak Person:
Siti Badriyah (Migrant CARE): 081280588341
Bobby Alwi (SBMI): 085283006797
Savitri (JBM): 082124714978