Statement Migrant CARE Memperingati Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2018: Wujudkan Tata Kelola Migrasi Pekerja Yang Berkeadilan: Perkuat Diplomasi Perlindungan dan Penuhi Hak Politik Buruh Migran

Memasuki tahun politik jelang Pilkada, Pemilu Legislatif dan Pilpres di tahun 2019 mendatang, ada banyak hal terjadi dan mempengaruhi situasi politik ekonomi perburuhan Indonesia yang secara langsung maupun tidak langsung juga berimbas pada kondisi buruh migran Indonesia.

            Politisasi isu pekerja asing yang makin kencang menyusul dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing harus disikapi secara hati-hati. Penyikapan yang memicu sentimen anti pekerja asing, apalagi berbasis prasangka rasisme dan xenofobia bukan hanya kontra-produktif tetapi juga mengingkari semangat solidaritas lintas batas kaum pekerja.

            Jika aturan mengenai pekerja asing ini dimaksudkan untuk memudahkan pengaturan perizinan pengurusan tenaga kerja asing maka Migrant CARE juga menuntut konsistensi pemerintah untuk juga segera menerbitkan aturan untuk mengubah tata kelola migrasi pekerja Indonesia ke luar negeri yang berorientasi perlindungan, tanpa beban biaya yang memberatkan serta dikelola dengan mekanisme pelayanan publik. Hal ini merupakan mandat dari UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

            Kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap buruh migran Indonesia masih terus terjadi baik di negara asal maupun negara tujuan bekerja. Masih dijumpai adanya pelayanan-pelayanan yang diskriminatif, pembiaran atas terjadinya kasus perdagangan manusia serta kekerasan berbasis gender. Sebagai pekerja dan warga negara asing di negara tujuan mereka juga rentan menghadapi tindak kekerasan (baik fisik maupun seksual), pelanggaran norma-norma perburuhan, berada dalam kondisi terisolasi dan terjauhkan dari akses keadilan.

Masih tingginya jumlah buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati serta meningkatnya laporan mengenai jumlah buruh migran Indonesia yang kehilangan kontak dengan keluarga selama belasan tahun juga menjadi agenda mendesak yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah Indonesia.

Terkait dengan pelaksanaan Pilkada, Pemilu Legislatif dan Pilpres, Migrant CARE mengingatkan semua pihak yang berkontestasi dalam proses electoral tersebut untuk tidak mempolitisasi isu perburuhan secara brutal dan bahkan cenderung memecahbelah kekuatan dan solidaritas kaum pekerja. Proses electoral tersebut seharusnya dimaknai sebagai ajang adu gagasan cerdas dan tawaran kebijakan mengenai politik perlindungan buruh (termasuk didalamnya buruh migran) dan perluasan lapangan kerja.

Migrant CARE juga mendesak para penyelenggara Pemilu untuk memastikan buruh migran Indonesia terjamin hak politiknya dalam proses Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden RI. Selama ini angka partisipasi buruh migran Indonesia dalam Pemilu masih sangat rendah karena tidak ada keseriusan para penyelenggara Pemilu untuk memastikan pemenuhan hak politik buruh migran.

Jakarta, 1 Mei 2018

Wahyu Susilo
Direktur Eksekutif Migrant CARE
(08129307964)

TERBARU