Statement Migrant CARE
Memperingati Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2017
Perlindungan Buruh Migran Indonesia, Jangan Hanya Berhenti Di Pidato dan Lembaran Aturan
Segera Wujudkan Perlindungan Sejati Dalam RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Menjelang #Mayday2017, permasalahan perlindungan buruh migran menjadi salah satu perhatian Presiden Jokowi saat memghadiri ASEAN Summit di Manila dan pertemuan dengan buruh migran Indonesia di Hongkong. Di ASEAN Summit, Presiden Jokowi menegaskan kontribusi signifikan buruh migran di ASEAN sehingga seharusnya instrumen perlindungan buruh migran di ASEAN harus segera diwujudkan. Di Hongkong, Presiden Jokowi menerima keluh kesah dari para buruh migran Indonesia yang hingga saat ini masih ada yang menerima perlakuan yang diskriminatif . Untuk itu Presiden Jokowi berjanji untuk menindaklanjuti keluh kesah tersebut.
Migrant CARE tentu mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi dalam pidatonya di ASEAN Summit dan penegasannya dalam dialog dengan buruh migran Indonesia, namun demikian komitmen tersebut harus diimplementasikan dalam pelaksanaan kebijakan di tingkat lapangan dan bukan diabaikan.
Di tingkat kebijakan, sebenarnya komitmen perlindungan bisa diimplementasikan dengan UU No.6 th 2012 tentang Ratifikasi Konvensi Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya, namun hingga kini masih ada keengganan dari pihak pemerintah Indonesia untuk menjalankan komitmen tersebut karena menganggap hal tersebut sebagai beban tambahan dan bukan sebagai amanat/tanggungjawab menghadirkan negara dalam upaya perlindungan buruh migran.
Hal tersebut diperlihatkan dalam usulan pemerintah yang cenderung mereduksi substansi RUU perlindungan pekerja migran Indonesia dalam pembahasan di DPR-RI untuk legislasi penggantian UU No. 39/2004 ttg Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri). Untuk menjawab draft yang diusulkan Komisi IX DPR-RI kontennya banyak mengacu dan berpedoman pada Konvensi Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota keluarganya, Kemenaker RI (yang menjadi leading sector pemerintah RI) malah mengusulkan draft RUU yang tidak jauh berbeda dengan UU yang akan digantikan dan melucuti substansi perlindungan sebagaimana yang ada dalam Konvensi Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Situasi ini juga diperparah dengan keengganan pemerintah RI dan DPR-RI untuk membahas RUU perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILo 189/2011 tetang kerja Layak PRT yang sesungguhnya bisa menjadi penyempurna payung perlindungan bagi buruh migran Indonesia.
Di sisi yang lain kasus-kasus kekerasan, kematian dan kerentanan buruh migran Indonesia masih terus berlangsung. Di Malaysia terungkap adanya kasus perbudakan yang dialami oleh ratusan buruh migran Indonesia di pabrik pengolahan sarang burung walet Maxim, hingga kini kasusnya belum tuntasnya. Ancaman hukuman mati juga dituduhkan kepada Siti Aisyah, buruh migran Indonesia yang dituduh terlibat dalam kasus pembunuhan Kim Jong Nam. Di Saudi Arabia terungkap adanya kasus penyekapan dan penyiksaan yang dialami sekitar 300 buruh migran Indonesia, walau Kemlu RI sempat merilis kasus ini namun hingga kini belum ada penuntasan kasusnya. Kawasan Selat Malaka juga masih terus menjadi kuburan bagi buruh migran Indonesia yang nekad menyebranginya dengan berbagai alasan.
Dengan situasi kerentanan yang dihadapi dan dialami oleh buruh migran Indonesia tersebut, maka dalam rangka peringatan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2017, Migrant CARE menuntut:
1. Pemerintah RI dan DPR-RI segera menuntaskan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan semangat mewujudkan perlindungan sejati bagi buruh migran Indonesia.
2. Pemerintah RI dan DPR-RI mengakhiri praktek monopoli penempatan buruh migran Indonesia oleh PPTKIS dengan menuntaskan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang mengedepankan tata kelola migrasi tenaga kerja sebagai bentuk pelayanan publik oleh negara
3. Pemerintah Indonesia untuk segera menuntaskan kasus-kasus buruh migran Indonesia yang berorientasi pada pemenuhan akses keadilan pada korban/keluarga buruh migran.
4. Pemerintah Indonesia harus didorong untuk memaksimalkan sumberdaya diplomasi politik luar negerinya secara maksimal dalam penuntasan instrumen perlindungan buruh migran ASEAN di tahun ini seperti yg menjadi tekad Presiden Jokowi.
Hanya dengan menuntaskan pembahasan pembaruan perundang-undangan mengenai perlindungan buruh migran Indonesia dan penyelesaian kasus-kasus buruh migran Indonesia yang berbasis pemenuhan akses keadilan pada korban/keluarga buruh migran, pemerintah Indonesia akan memiliki legitimasi politik dan moral untuk mendorong dan memastikan instrumen/mekanisme perlindungan buruh migran di kawasan ASEAN dan di negara tujuan lainnya akan segera terwujud.
Jakarta, 1 Mei 2017