Statement Hari Buruh Sedunia 2025 Nasib Kelam Kaum Buruh Indonesia Di Masa Indonesia Gelap

Peringatan Hari Buruh Sedunia pada tahun 2025 berlangsung pada saat Indonesia sedang tidak baik – baik saja. Penciptaan jutaan lapangan kerja sebagaimana yang dijanjikan dalam kampanye pemilu 2024 dan Omnibus Law cipta kerja serta optimisme bonus demografi ternyata hanya mimpi dan ilusi semata. Dalam kenyataannya, kondisi ketenagakerjaan Indonesia makin muram dan nasib buruh Indonesia terus menerus kelam.

Badai PHK terjadi di berbagai sektor industri dan diperkirakan akan semakin parah seiring dengan dampak efek domino kebijakan proteksionis Donald Trump yang memicu perang dagang dan tarif. Kondisi ini akan meningkatkan angka pengangguran. Kelesuan ekonomi Indonesia juga telah terjadi saat kebijakan efisiensi anggaran diterapkan untuk menopang pembiayaan program  populis Makan Bergizi Gratis. Kebijakan ini mengakibatkan kemerosotan aktivitas ekonomi baik di sektor riil dan sektor jasa yang juga berdampak serius pada sektor ketenagakerjaan.

Walau telah ada kebijakan efisiensi anggaran, APBN masih menanggung beban berat sehingga pada triwulan pertama tahun 2025, penarikan utang luar negeri sudah sangat besar sebesar Rp. 250 trilyun !!! Tidak mengherankan dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini muncul ajakan bertagar #kaburajadulu pada kalangan orang muda yang frustrasi pada masa depan Indonesia.

Sementara itu, ekspresi untuk menyalurkan ketidakpuasan dan kritik kebijakan makin terbatasi dengan menyempitnya ruang  kebebasan masyarakat sipil, termasuk ekspresi kaum pekerja Indonesia. Perlawanan masyarakat sipil menolak revisi UU TNI dijawab dengan represi dan intimidasi. Proses legislasi di parlemen pun tidak lagi mencerminkan prinsip – prinsip demokrasi dengan mengedepankan aspirasi dan partisipasi bermakna, tetapi hanya untuk melayani kepentingan eksekutif yang bersekutu dengan kaum oligarki. Suasana  ekonomi politik Indonesia inilah yang dikenal sebagai #IndonesiaGelap.

Nasib pekerja migran Indonesia tak lepas dari carut marut kondisi ekonomi politik di masa #IndonesiaGelap. Kebijakan efisiensi anggaran telah memangkas anggaran – anggaran pelayanan publik yang seharusnya diperuntukkan untuk advokasi pekerja migran yang mengalami masalah dan juga inisiatif pemberdayaan komunitas di kampung halaman. Sebaliknya, kebijakan tentang pekerja migran yang diinisiasi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia kembali diorientasikan untuk mendongkrak perolehan remitansi ratusan triliun rupiah dengan target penempatan sekurang – kurangnya 425.000 pekerja migran setiap tahun. Ini tentu merupakan kemunduran kebijakan tentang pekerja migran Indonesia.

Wajah muram pekerja migran Indonesia masih ditunjukkan dengan eskalasi kasus pekerja migran Indonesia yang mengalami berbagai permasalahan di berbagai belahan dunia. Ratusan ribu orang muda Indonesia masih terjebak dalam kamp – kamp operator scaming online dan judi online di Kamboja, Myanmar, dan Laos. Jumlah yang meninggal dunia juga tidak sedikit di dalam tindak pidana perdagangan orang dengan penyalahgunaan teknologi digital (forced criminality).

Data menyesakkan mengenai kematian beruntun pekerja migran Indonesia asal NTT dalam satu dekade terakhir ini dan masih ada 157 pekerja migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri seperti yang dinyatakan oleh Kemengterian Luar Negeri RI,  meninggalkan pertanyaan: apakah negara ini sudah banal, mati rasa dan sudah terbiasa atas kematian beruntun pekerja migran Indonesia. Apakah negara hanya menganggap pekerja migran Indonesia sebagai angka semata, sebagai statistik dan remitansi, tapi tak lagi dianggap sebagai manusia?

Saat ini, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, bersikeras untuk bisa segera mengirimkan sebanyak – banyaknya pekerja migran Indonesia ke Saudi Arabia, dengan mengusulkan pencabutan moratorium meski hingga saat ini Saudi Arabia belum memenuhi kriteria sebagai negara yang menjamin hak asasi pekerja migran.

Realitas ini memperlihatkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak serius dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia meski telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Pelindungan Hak – Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya dan mengadopsi Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration.

Migrant CARE menegaskan bahwa tata Kelola migrasi yang baik akan meningkatkan Pembangunan manusia (human development) sementara tata Kelola migrasi yang buruk akan mengakibatkan perdagangan manusia (human trafficking).

Dalam Peringatan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2025, Migrant CARE menjadi bagian gerakan buruh Indonesia menyerukan tuntutan:

  1. Wujudkan tata pemerintahan yang demokratis, menjunjung supremasi sipil dan menolak keterlibatkan militer dalam bisnis, birokrasi, konflik agraria dan perburuhan
  2. Wujudkan tata keola perekonomian yang berorientasi keadilan sosial, berpihak kepada kelas pekerja, menolak oligarki dan penugasan asset – asset ekonomi negara untuk kepentingan politik
  3. Wujudkan tata kelola migrasi yang aman dan menolak komoditifikasi pekerja migran dengan memperbaiki/merevisi UU No 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan berorientasi pada perspektif hak asasi pekerja migran dan bukan hanya untuk kepentingan sesaat memperkuat kelembagaan Kementerian yang berorientasi kekuasaan.

Jakarta, 1 Mei 2025

Wahyu Susilo

Direktur Eksekutif Migrant CARE

TERBARU

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *