Migrant CARE Luncurkan Dua Survei Purna Migran Indonesia

Sebagian besar peserta di ballroom Hotel Kresna Wonosobo, Jawa Tengah, mengangkat tangan kanan. Mereka adalah perempuan purna migran Indonesia sekaligus kader komunitas Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) dari tujuh kabupaten di Indonesia. Tangan-tangan mereka menjawab pertanyaan Yanu Endar Prasetyo peneliti dari Pusat Riset Kependudukan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dalam sesi diskusi peluncuran dua survei Migrant CARE pada Rabu (18/12).

“Hampir sepertiga peserta di ruangan ini menjadi enumerator yang bertemu dengan responden,” terang Yanu.

Dua survei Migrant CARE diluncurkan dalam rangkaian peringatan International Migrant Day (IMD). Survey Data Panel Potensi Ekonomi Keluarga Migran dan Survei Perlindungan Sosial Pekerja Migran (PMI).

“Ternyata ketangguhan dan resiliensi purna migran itu luar biasa,” katanya.

Kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah di tujuh wilayah dampingan Migrant CARE, Yanu meyakinkan dua survei ini sangat jarang dilakukan pemerintah.

Dua survei tersebut, imbuh Yanu, menggunakan model re-survei (2022, 2023, 2024). Mengikuti perjalanan 249 responden yang adalah pekerja migran Indonesia yang pulang daerah asal pada 2018 -2021.

Hasil Survei Data Panel Potensi Ekonomi Keluarga Migran menunjukkan 71% atau 180 unit usaha masih berjalan, bertahan selama 3 tahun. 98% usaha tersebut masih memenuhi kebutuhan pasar lokal. 72% di antara pelaku usaha tersebut adalah perempuan. “Perempuan tangguh di luar negeri, tangguh mengelola bisnis usaha mikro,” ungkap Yanu.

Lebih jauh Yanu mengatakan survei tersebut menunjukkan betapa perempuan purna migran sudah berbisnis dan tiga tahun tetap berjalan. Tiga tahun waktu yang cukup untuk menyatakan bahwa sebuah usaha sudah tahan banting sehingga perlu naik kelas frekuensinya. Misal dari toko kelontong menjadi distributor, produk olahan basah atau kering meningkat frekuensinya.

“Saatnya usaha ini dapat dukungan. Advokasinya 249 usaha mikro harus menjadi pioneer untuk purna migran lain. Meski ada kecenderungan purna migran balik lagi bekerja ke luar tapi ada juga yang bertahan,” kata Yanu.

Yanu memastikan hasil survey potensi ekonomi ini menjadi bukti nyata sekaligus survei hidup bahwa purna migran berbisnis menggunakan uang tabungan dan usaha sendiri. Kepada pemerintah daerah, Yanu berpesan, “Saatnya Pemda dan dinas yang ingin local champion, coba lihat purna migran yang punya daya lenting. Dengan kemampuan berbisnis ini, butuh dukungan agar 98% bisa menjangkau pasar di luar kabupaten.”

Sementara itu, Yanu, menambahkan hasil survey perlindungan sosial pekerja migran Indonesia mengafirmasi carut marutnya bantuan sosial di Indonesia. Exclusion error terjadi, tidak ada update data, problematika bansos. Yanu berpandangan perlu didorong bantuan sosial khusus untuk purna migran agar perlindungan sosial bisa tepat sasaran.

“Bagaimana dari sisi kependudukan, sektor informal, terefleksikan dengan NIK. Ini bisa jadi peluang advokasi,” pungkas Yanu.

TERBARU