Pukul 08.00 WITA pagi itu, Jumat, 30 Agustus 2024, seratusan warga Desa Lajut, Kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, ramai berkumpul di balai desa. Di sisi kiri dan kanan menuju aula berjejer meja dipenuhi makanan, minuman, dan cinderamata, produksi purna pekerja migran. Mengenakan kostum khas Lombok, mereka yang sebagian besar adalah perempuan merupakan anggota komunitas Desbumi (Desa Buruh Migran). Hari itu mereka akan menerima kunjungan pemantauan dan pembelajaran bersama dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kemitraan Australia-Indonesia menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI) dan Platform Kemitraan Pengetahuan Australia-Indonesia (KONEKSI).
Tak lama berselang rombongan tetamu tiba. Tetabuhan gamelan khas Lombok membahana, mengiringi tetamu menuju aula balai Desa Lajut. Di bagian dalam aula, seluruh kursi terisi penuh, menyisakan beberapa untuk tetamu.
Peserta yang merupakan anggota Desbumi dari 8 desa, perwakilan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) antusias menyambut kunjungan. Menyimak sambutan dan pernyataan dari sejumlah tetamu yang berkunjung. Mendengar cerita sesama anggota yang berani maju dan membagikannya kepada para tamu.
Direktur Eskekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengatakan Desa Lajut merupakan Desbumi rintisan setelah program Mampu. Desbumi (Desa Peduli Buruh Migran) direplikasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan melalui program Desmigratif (Desa Migran Produktif). Penuh rasa bangga Wahyu Susilo menyatakan Desbumi sudah diakui Departemen urusan ekonomi dan sosial PBB.
“Pada bulan Juni tahun 2022, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui United Nation Department Of Economic and Social Affair menetapkan Desbumi sebagai best practices dari inisiatif desa pada saat penanggulangan COVID-19,” kata Wahyu Susilo dalam sambutannya.
Jadi, imbuhnya, Desbumi mendukung upaya pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) pada saat COVID 19 terutama untuk goals kesehatan. Kala itu Desbumi melebarkan inisiatifnya menjadi desa tanggap pandemi. Di beberapa tempat bahkan Desbumi berkolaborasi dengan Desmigratif memproduksi APD (Alat Pelindung Diri) dan perangkat yang dibutuhkan tenaga kesehatan.
Melalui Desbumi, Migrant CARE mendorong pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan pada goals 5 mengenai kesetaraan gender dan goals 8 tentang kerja layak.
“Melalui program INKLUSI ini kita memantapkan inisiatif Desbumi. Selain memberikan pelayanan kepada pekerja migran, memperluas mandat berkolaborasi dengan kelompok marjinal lain, mendukung inisiatif marjinal lain seperti anak pekerja migran, kelompok penyandang disabilitas,” terangnya.
Di Nusa Tenggara Barat, Migrant CARE melakukan kegiatan interseksionalitas dalam upaya pencegahan perkawinan anak dan pencegahan kekerasan seksual. Ini sesuai dengan inisiatif INKLUSI yang mendorong pendekatan GEDSI (Gender Equity, Disability, and Social Inclusion) dan pendekatan interseksional.
Selain di NTB, inisiatif Desbumi Migrant CARE menjangkau enam wilayah lain, yakni, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Dukungan Migrant CARE berupa advokasi di tingkat nasional bahkan di tingkat regional melalui mekanisme ASEAN.
Selain itu, imbuhnya, kerja-kerja Migrant CARE mendorong perbaikan tata kelola pelindungan pekerja migran mulai dari tempat asal pekerja migran. “Dalam perjalanannya inisiatif Desbumi menginspirasi pembentukan UU 18 tahun 2017 khususnya Pasal 42 menetapkan bahwa desa merupakan elemen negara yang paling ada di garda depan dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja migran.”
Perwakilan dari DFAT Australia Simon Flores mengapresiasi kerja-kerja migrant CARE. Ia menyatakan senang bertemu dengan peserta yang hadir, termasuk melihat kerja baik Migrant CARE dalam mendukung kerja migran di NTB.
“Kesetaraan gender, hak disabilitas dan inklusi sosial adalah prioritas bersama untuk Australia dan Indonesia. Kita semua berjuang untuk membangun komunitas di mana setiap orang dapat terus berkembang,” katanya.
Simon menambahkan program INKLUSI adalah bagian penting dari dukungan pembangunan Australia dan Indonesia. Dengan raut muka tersenyum Simon berkata, “Saya sangat senang berada di sini untuk belajar terkait pekerjaan anda. Jadi saya tidak mau banyak bicara, saya datang ke sini untuk mendengar. Terima kasih atas waktu hari ini. Terima kasih atas diskusi dan informasi hari ini.”
Sesaat sebelum mengakhiri sambutannya, Simon berpantun.
“Ke Lombok singgah di tepi pantai
Semangat kolaborasi terus bersemi
Migrant CARE berjuang tak pernah henti
Demi INKLUSI yang selalu di hati”
Peserta gemuruh, mengapresiasi pantun yang disampaikan Simon Flores. Tepuk tangan membahana di aula desa Lajut pagi itu.
Sambutan tetamu menyedot perhatian peserta yang hadir di ruangan itu. Salah satunya sambutan dari Direktur Ketenagakerjaan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) Nur Higyawati Rahayu. Ia mengatakan, Indonesia dan Australia menjalin kerja sama yang panjang di berbagai bidang baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan hidup. Salah satunya Lombok yang menerima proyek tidak saja INKLUSI, KONEKSI, tapi juga proyek lain. “Ini kerja sama di pemerintah. Kalau seringnya teman-teman di sini bekerja dengan Migrant CARE tapi kami di pusat tidak melupakan bapak ibu, tenang ya,” katanya.
Higyawati menambahkan terkait pekerja migran Indonesia pemerintah sudah memiliki undang-undang. Pemerintah, katanya, tidak melupakan upaya pelindungan terhadap pekerja migran Indonesia. Salah satunya diatur melalui Peraturan Presiden tentang migrasi.
Higyawati lalu berinteraksi dengan peserta, melempar pertanyaan pendek.
“Jadi pekerja migran Indonesia boleh tidak?”
Peserta kompak menjawab, “Boleh!”
Higyawati kembali bertanya, “Syaratnya?”
Jawaban peserta beragam. Syarat usia harus sudah 18 tahun ke atas, punya keterampilan yang didapat dari pelatihan.
“Untuk menjadi PMI keterampilan memang sangat penting. Di sana ada hak dan kewajiban sehingga kita sebagai pemerintah bisa melindungi warganya baik di dalam maupun luar negeri. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan Pemerintah sudah menyusun aturannya. Kalau diikuti aman tidak?” kata Higyawati kembali bertanya.
Peserta serentak menjawab, “Aman!”
Sosialisasi migrasi aman, imbuhnya, perlu menjadi kerja bersama. Ini juga perlu dilakukan oleh peserta untuk menyampaikannya kepada tetangga dan keluarga. Sebab, lanjutnya, migrasi harus memperhatikan keamanan, perlindungan sosial, dan mengikuti prosedur dari pemerintah.
“Tapi itu lama. Karena ada aspek kehati-hatian. Karena kita bekerja dengan pemerintah yang lain, itu harus ada komunikasi dan kerja sama. Kalau kita bisa mengembangkan ekonomi, kita akan kembangkan ekonomi di Indonesia. Tetap untuk mendapatkan skill keterampilan itu harus,” jelasnya.
Seperti Simon Flores dari DFAT yang mengakhiri sambutan dengan pantun, Higyawati pun tak mau ketinggalan. Begini pantunnya.
“Dari Jakarta kami datang ke Lombok
Menimati taliwang yang nikmat rasanya
Hari ini di desa lajut yang kita tengok
Mari kita dukung Desbumi bersama-sama”
Mewakili Bappenas, Higyawati tidak datang sendiri. Ia hadir bersama Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Raden Rara Rita Erawati. Hadir pula perwakilan dari direktorat pendidikan Bappenas.
Kate Shanahan selaku Tim Leader INKLUSI menyampaikan terima kasih sudah berkenan menerima kunjungan. Ia menyampaikan tujuan kunjungannya bersama rombongan, menjumpai Desbumi lajut.
“Tujuan kedatangan ke sini tidak hanya memonitor saja tapi untuk belajar, mendengar pengalamannya di desa ini. Kami ingin mendengar pengalamannya dari semua pihak yang terlibat dengan Desbumi di desa ini,” katanya. [Nur Azizah]