20 April 2024 15:56
Search
Close this search box.

Pembahasan Usulan Substansi Aturan Turunan UU PPMI oleh Masyarakat Sipil

Konsinyering Aturan Turunan UU No.18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) telah sukses diselenggarakan pada hari Jumat dan Sabtu (22-23 Juni 2018) di Hotel Ibis Cawang. Kegiatan ini diikuti oleh 15 peserta dari berbagai organisasi masyarakat sipil, yakni BPJS Watch, Koalisi Perempuan Indonesia, SBMI, Migrant CARE, PGI, Komnas Perempuan, JBM dan Solidaritas perempuan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk merumuskan poin-poin usulan aturan turunan UU PPMI yang akan diusulkan ke pemerintah dan konsolidasi antar lembaga untuk advokasi aturan pelaksana UU PPMI.

Dari hasil diskusi yang dilakukan, disepakati beberapa poin-poin penting di antaranya mengenai pemberian informasi kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI) harus sesuai dengan pasal 11 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Permenaker 22/2014). “Jangan sampai PMI tidak tau apa-apa sebelum pergi,” tutur Lia Anggiasih dari Koalisi Perempuan. Ruang lingkup pemberian informasi mencakup PMI, keluarga dan agen pemberangkatan. Mekanisme pemberian informasi bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu online (website, aplikasi, sosial media, dan sebagainya) dan offline (banner, flyer, koran, pertemuan secara langsung, dan sebagainya). Penyuluhan kepada PMI perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yang menyebabkan PMI tidak mengetahui informasi dengan tepat.

Situasi saat konsinyering (Dok. Migrant CARE/Aster)
Situasi saat konsinyering (Dok. Migrant CARE/Aster)

Salah satu yang menjadi usulan adalah peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) untuk melakukan edukasi dan pelatihan perlu ditingkatkan. Seharusnya pemerintah merekrut mantan PMI untuk menjadi trainer untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada PMI. Hal ini sangat membantu calon PMI untuk mendapatkan gambaran mengenai situasi yang terjadi di lapangan kerja nantinya. Dengan diberikannya edukasi  dan pelatihan yang baik, PMI dapat mengetahui informasi terkini mengenai permigranan, seperti perjanjian kerja, mekanisme pengawasan dan perlindungan dan hak dan kewajiban PMI.

Dengan dicanangkannya pemberian konten informasi, diharapkan PMI dapat mendaftar dan diberangkatkan sesuai dengan prosedur yang ada. Hal ini juga mencegah terjadinya eksploitasi terhadap PMI dengan alasan apapun. Dengan melalui prosedur yang benar, pengawasan dan perlindungan terhadap PMI dapat dilakukan dengan mudah. Untuk mencapai hal tersebut, perlu adanya aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) tersendiri mengenai pengawasan sesuai dengan amanat pasal 76 ayat 3 UU PPMI.

Isu mengenai PMI Non-prosedural selalu menjadi perbincangan hangat. Hal ini dikarenakan PMI Non-prosedural rentang mengalami permasalahan ketika pra pemberangkatan, selama bekerja, dan ketika sudah tidak bekerja. Masalah utama yang sangat mungkin terjadi adalah pemalsuan dokumen. Meskipun UU PPMI sudah mengatur sanksi tentang pemalsuan dokumen, masih mungkin terjadi pemalsuan dokumen oleh pihak-pihak tertentu. Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan verifikasi data CPMI dan PMI. Palang pintu pertama untuk melakukan verifikasi data adalah pemerintah desa.

Jika data atau dokumen PMI dipalsukan, sangat sedikit kemungkina bahwa kelak dia PMI tersebut bisa mendapatkan asuransi kesehatan. Sebelum berangkat, CPMI perlu diberikan edukasi kenapa sangat penting untuk memiliki asuransi kesehatan. Pemerintah harus beperan untuk menginformasikan sistem asuransi atau jaminan sosial sesuai dengan pasal 31 poin c, UU PPMI. “BPJS harus memastikan PMI memegang kartu BPJS sebelum pergi,” tutur Timbul Siregar. Karena sangat pentingnya asuransi atau jaminan sosial, CPMI yang tidak memiliki asuransi atau jaminan kesehatan tidak dapat berangkat. Hal ini dikarenakan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak terduga (kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia, dsb). Supaya BPJS dapat memeberikan pelayanan kepada PMI yang berada di luar negeri, BPJS perlu menjalin kerjasama dengan lembaga jaminan sosial dan pihak-pihak yang terkait di luar negeri. Dan karena hal itu, Permen tentang jaminan sosial juga perlu direvisi.

Foto bersama usai konsinyering (Dok. Migrant CARE/Aster)
Foto bersama usai konsinyering (Dok. Migrant CARE/Aster)

 

TERBARU