Hari ini kita menyambut hari Kartini dengan angin segar perubahan. Pasalnya, kemarin (20/4) dalam pertemuan dengan 19 aktivis perempuan di Istana Presiden Bogor, Presiden Joko Widodo menyatakan komitmennya untuk segera menerbitkan Perppu pencegahan perkawinan anak. Suasana haru seketika pecah diantara para aktivis perempuan.
Mereka hadir untuk membahas persoalan-persoalan perempuan yang perlu segera di respon oleh Presiden. Diantara banyak isu yang digeluti oleh masing-masing komunitas, terdapat tiga poin yang disoroti yakni mengenai perkawinan anak, RUU kekerasan seksual, dan RKUHP. Salah satu masalah penting yang dibahas dalam pertemuan dengan Presiden tersebut adalah perkawinan anak.
Dalam kesempatan ini Misiyah dari KAPAL Perempuan, menyampaikan pentingnya penerbitan Perppu untuk mencegah Perkawinan Anak, sementara Zumrotin K Susilo dari Yayasan Kesehatan Perempuan, menyampaikan dampak buruk perkawinan anak. Dalam dialog tersebut, Presiden menyatakan komitmennya akan segera menerbitkan Perppu untuk mencegah Perkawinan Anak, dan meminta Menteri KPPPA dan Menteri Koordinator PMK segera menindaklanjutinya.
Kelompok perempuan telah menyampaikan Draft Perppu Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Draf tentang Rancangan Peraturan Pemerintah yang disusun oleh Dian Kartikasari, Indry Oktaviani, Misiyah, Rita Serena Kalibonso, Kencana Indrishwari, Supriyadi W Eddyono dan Maemunah. Proses penyusunan dan konsultasi Perppu tersebut difasilitasi oleh Deputi Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kita ketahui bersama bahwa pernikahan anak berdampak kepada kondisi kemiskinan dan angka kematian ibu yang tinggi. Hal ini juga akan berimplikasi kepada keterdesakkan ekonomi yang memaksa perempuan bermigrasi melalui cara yang tidak aman. Mengingatkan kita para PR lainnya, yakni membuat turunan dari UU Nomor 39 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).
Juga dalam akses kepada pendidikan, mereka yang melakukan perkawinan di bawah umur menjadi sulit untuk menempuh pendidikan karena harus memenuhi kebutuhan lainnya, padahal pemerintah sudah menggaungkan wajib belajar 12 tahun. Kenyataan ini kita dapati pada kondisi pekerja migran saat ini yang 40 persen hanya menempuh pendidikan setingkat SD.
Semoga upaya menghentikan perkawinan anak ini segera membuahkan hasil demi pemenuhan hak anak, penghapusan kemiskinan, percepatan keadilan gender dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia. Dukungan semua pihak untuk menyegerakan diterbitkannya Perppu untuk pencegahan perkawinan anak sangat dibutuhkan.
(Liputan oleh Zulyani Evi)
Pers Release
Presiden Berkomitmen Hentikan Perkawinan Anak di Indonesia