Peringatan Hari Pekerja Migran Sedunia 2017: Menyongsong Era Baru Tata Kelola Pekerja Migran Indonesia

Di sepanjang tahun 2017 berbagai peristiwa tragis yang menimpa buruh migran Indonesia terus berlangsung dan makin mempertegas berbagai kerentanan yang dihadapi oleh buruh migran Indonesia, terutama perempuan. Terungkapnya kekerasan terhadap Suyantik, PRT Migran Indonesia di Malaysia, kasus Siti Aisyah yang terjebak sebagai korban di Malaysia, praktek perbudakan yang dialami buruh migran Perempuan Indonesia di pabrik pengolahan sarang burung Maxim Malaysia, razia terhadap buruh migran tak berdokumen di Malaysia serta masih terus bertambahnya kasus-kasus buruh migran yang terancam hukuman mati di berbagai negara merupakan narasi panjang tentang kerentan tersebut. Di Saudi Arabia juga terungkap kasus penyekapan ratusan PRT migran yang ditempatkan pada masa moratorium dan di kawasan Asia Timur terungkap adanya puluhan buruh migran Indonesia di Hongkong terpapar paham radikalisme dan ekstremisme yang mengatasnamakan agama.  

Namun demikian masih ada secercah harapan  untuk mengupayakan peta jalan perlindungan buruh migran Indonesia. Transisi pengelolaan asuransi TKI dari asuransi swasta (asuransi komersial) ke BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Agustus 2017 menegaskan tanggung jawab negara dalam memberikan jaminan dan perlindungan sosial kepada buruh migran Indonesia. Pada awal bulan September 2017, inisiatif perdana pemerintah  Indonesia sebagai negara peratifikasi Konvensi PBB 1990 untuk Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya dengan mengajukan Laporan Initial Pelaksanaan Konvensi kepada UN Committee on Migrant Workers patut mendapat apresiasi. Inisiatif ini harus ditindaklanjuti dengan menjalankan rekomendasi yang disampaikan oleh UN Committee on Migrant Workers setelah pembahasan Laporan Initial Pelaksanaan Konvensi oleh CMW dan input dari berbagai pihak, termasuk independen report yang disampaikan oleh Migrant CARE dan enam organisasi masyarakat sipil lainnya baik dari Indonesia maupun dari negara lain.

Tapak jejak yang juga penting untuk dicatat adalah tuntasnya pembahasan RUU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dalam proses legislasi yang melelahkan selama kurang lebih 7 tahun untuk memperbarui dan mengganti UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri yang sudah tidak memadai lagi menjadi payung perlindungan bagi buruh migran Indonesia. Pada tanggal 22 November 2017, secara resmi Presiden Jokowi menandatangani UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan telah disahkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 242 .

Ada beberapa kemajuan terlihat didalam Undang-Undang yang disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 25 Oktober 2017, antara lain pengurangan peran swasta (yang selama ini memonopoli penempatan buruh migran), perubahan tata kelola migrasi tenaga kerja yang selama ini sentralistik menjadi desentralisasi dengan melibatkan pemerintahan daerah hingga tingkat desa, pengakuan hak asasi buruh migrant (termasuk hak atas berserikat dan berkomunikasi), pembebasan biaya penempatan yang selama ini menjadi beban calon buruh migran, pelayanan jaminan sosial kepada buruh migrant.  Namun demikian masih ada beberapa pasal yang memberi ruang bagi swasta untuk tetap melakukan bisnis penempatan buruh migran secara eksploitatif, belum ada kejelasan tentang pola-pola pengawasan, masih menyimpan potensi konflik kelembagaan dan belum mengatur secara spesifik kebutuhan perempuan yang bekerja sebagai PRT migran (padahal sektor ini adalah bagian terbesar dari buruh migran Indonesia).

Di tingkat regional, khususnya kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga telah mendukung berlakunya ASEAN Convention Against Trafficking in Person (Especially Women and Children) dengan meratifikasinya pada tanggal 17 Oktober 2017. Konvensi yang legally binding untuk penegakan hukum memerangi perdagangan perempuan di kawasan Asia Tenggara ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana mendekatkan buruh migran kepada akses keadilan, karena mayoritas korban perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara adalah buruh migran.

Capaian yang juga patut mendapat apreasiasi adalah penandatanganan ASEAN Consensus on Protection and Promotion the Rights of Migrant Workers di KTT ASEAN tanggal 14 Nopember 2017. Konsensus ini juga merupakan hasil maksimal dari negoisasi perwujudan instrumen ASEAN untuk perlindungan buruh migran yang berlangsung lamban sejak tahun 2007 menindaklanjuti ASEAN Declaration on Protection and Promotion the Rights of Migrant Workers yang ditandatangani di Cebu, Januari 2007. Dalam pandangan Migrant CARE, consensus ini hendaknya tidak dianggap sebagai hasil final dari upaya mewujudkan perlindungan buruh migran di Asia Tenggara tetapi harus dipakai sebagai pijakan untuk memperjuangkan landasan legal regional yang lebih kuat dan legally binding dan memiliki mekanisme untuk memastikan semua hak buruh migran yang ada di Konsensus ASEAN tersebut dijalankan oleh semua negara pihak. Oleh karena itu Indonesia harus terus mendorong tranformasi ASEAN Consensus ke ASEAN Convention on Protection and Promotion the Rights of Migrant Workers serta merumuskan mekanisme dan kelembagaan untuk memastikan perwujudan hak-hak buruh migran di kawasan ASEAN.

Di sisi lain, berbagai inisiatif telah dibangun oleh pemerintah desa dan kabupaten dalam upaya memperkuat perlindungan buruh migran di daerahnya. Desa peduli buruh migran (Desbumi)  adalah inisiatif lokal pemerintah desa bersama buruh migran dan stakeholder lainnya dalam melayani dan memproteksi pekerja migran desanya. Regulasi desa sudah dihasilkan dan program program pemberdayaan dialokasinya melalui skema alokasi dana desa. Beberapa kabupaten yang selama ini dikenal sebagai kantong asal pekerja migran sudah bergerak cepat memberikan payung perlindungan peraturan daerah (Perda) seperti kab Wonosobo,  Lombok Tengah, Lembata, Cilacap, dan lainnya.

Berdasar situasi tersebut diatas, dalam rangkaian Peringatan Hari Buruh Migran Sedunia 2017 dan menindaklanjuti beberapa capaian dalam upaya mewujudkan peta jalan perlindungan buruh migran Indonesia, Migrant CARE dengan dukungan MAMPU (Kemitraan Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) dan Solidarity Center merancang rangkaian kegiatan Pertemuan Nasional Multipihak untuk Perlindungan Buruh Migran Indonesia yang bertajuk “ Menyongsong Era Baru Tata Kelola Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”.

Rangkaian Kegiatan Migrants Day 2017

Tujuan Kegiatan
Kegiatan Pertemuan Nasional Multipihak untuk Perlindungan Buruh Migran Indonesia bertujuan untuk:

  • Merefleksikan perjalanan pengalaman advokasi instrumen perlindungan buruh migran Indonesia mulai dari tingkat lokal, nasional, regional dan internasional
  • Menghimpun berbagai inisiatif masyarakat sipil dalam mewujudkan perlindungan buruh migran Indonesia
  • Menghimpun berbagai masukan dan gagasan untuk rekomendasi kebijakan pelaksanaan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
  • Menghimpun berbagai masukan dan gagasan untuk rekomendasi implementasi ASEAN Consensus on Protection and Promotion the Rights of Migrant Workers
  • Menghimpun berbagai masukan untuk merumuskan peta jalan perlindungan buruh migran Indonesia dari pandangan masyarakat sipil.

Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Pertemuan Nasional Multipihak untuk Perlindungan Buruh Migran Indonesia akan dilaksanakan pada:

  • Hari/Tanggal : Senin-Selasa/18 – 19 Desember 2017
  • T e m p a t : Hotel Ibis Cawang, Jl MT Haryono No 9 Jakarta Timur
  • A g e n d a
    – Seminar Nasional
    – Lokakarya Tematik
    – Perumusan Deklarasi dan Usulan Peta Jalan Perlindungan Buruh Migran Indonesia.

Menarik bukan? Sampai bertemu pada hari Senin dan Selasa di #IMD2017!

TERBARU