16 April 2024 23:04
Search
Close this search box.

Masyarakat Sipil akan Menghadiri Sidang ke-27 Komite Perlindungan Pekerja Migran PBB

Siaran Pers Bersama Migrant CARE – YKS – SARI – Desa Dukuh Dempok

Masyarakat Sipil akan Menghadiri Sidang ke-27 Komite Perlindungan Pekerja Migran PBB

Mendorong Pemerintah Indonesia untuk Menjadikan Momentum ini Sebagai Daya Desak untuk Percepatan Penuntasan Pembaruan Kebijakan Migrasi di Indonesia

Pada tanggal 4-13 September 2017 akan berlangsung sidang ke-27 Komite Perlindungan Pekerja Migrran PBB (UN Committee on Migrant Workers) di Geneva Switzerland. Agenda sidang dalam sesi ini adalah review Komite atas laporan inisial tiga negara pihak Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Migran dan Anggota Keluarganya, yakni Equador, Indonesia dan Mexico. Bagi Ecuador dan Mexico, sidang sesi ini merupakan laporan ketiga yang direview oleh komite, sedangkan bagi Indonesia, sidang kali ini akan mereview laporan inisial (perdana) setelah pemerintah Indonesia mensubmit laporan ke sekretariat komite pekerja migran PBB pada April tahun ini. Link laporan pemerintah Indonesia dalam website OHCHR bisa diakses di laman ini http://tbinternet.ohchr.org/_layouts/treatybodyexternal/Download.aspx?symbolno=CMW%2fC%2fIDN%2f1&Lang=en

Semestinya pemerintah Indonesia mengirimkan laporan inisial pada tahun 2013 lalu, setahun setelah Indonesia meratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Pemerintah Indonesia menjadi negara pihak (party) pasca ratifikasi konvensi yang diundangkan kedalam UU No.6/2012 pada 12 April 2012.

Dialog antara Komite Perlindungan Pekerja Migran PBB dengan pemerintah Indonesia akan berlangsung pada tanggal 5-6 September 2017. Sementara pada tanggal 4 September, Komite menjadwalkan akan melakukan dialog dengan organisasi masyarakat sipil dan NHRI (National Human Rights Institution) representasi dari tiga negara (Ecuador, Indonesia dan Mexico) dengan durasi waktu selama 5 menit.

Dalam dialog tersebut, perwakilan organisasi masyarakat sipil dari masing-masing negara dijadwalkan akan memberikan oral statement yang berisi highlight dari laporan alternatif yang di submit kepada Komite. Dari Indonesia, tiga organisasi yang akan memberikan oral statement adalah Anis Hidayah (Migrant CARE), Celine Dermine (Pathfinders) dan Sarah Brooks (International Service for Human Rights). Oral statement yang disampaikan masyarakat sipil akan menjadi informasi alternatif bagi Komite terhadap review laporan pemerintah untuk pertimbangan penyusunan rekomendasi di akhir sesi.

Selain itu, sekretariat Komite juga telah menjadwalkan pertemuan tertutup selama satu jam antara Komite dengan seluruh representasi organisasi masyarakat sipil dari Indonesia pada tanggal 5 September 2017. Pertemuan tertutup ini merupakan kesempatan bagi seluruh perwakilan masyarakat sipil untuk lebih memperdalam dan mengelaborasi informasi terkait kondisi migrasi di Indonesia.

Sebagai bagian dari persiapan dialog pada sesi ini, Migrant CARE pada tanggal 14 Agustus lalu telah mengirimkan laporan alternatif kepada Komite yang bisa di akses di website OHCHR http://tbinternet.ohchr.org/_layouts/treatybodyexternal/SessionDetails1.aspx?SessionID=1127&Lang=en. Laporan alternatif Migrant CARE disusun berdasarkan pada List of Issues Prior to Reporting (LoIPR) Komite dan catatan kritis terhadap laporan pemerintah Indonesia. Beberapa isu yang di highlight Migrant CARE dalam laporan tersebut antara lain proses harmonisasi kebijakan migrasi sesuai prinsip-prinsip konvensi, praktek-praktek pelanggaran HAM yang dialami buruh migran terutama buruh migran perempuan dalam kasus kekerasan (fisik dan seksual) terhadap PRT migran, hukuman mati, perlindungan terhadap buruh migran tidak berdokumen, trafficking, perlindungan terhadap anak-anak buruh migran, pemenuhan hak politik buruh migran di luar negeri, akses atas keadilan, peran PPTKIS yang eksploitatif serta situasi ABK.

Beberapa inisiatif daerah untuk perlindungan buruh migran juga dielaborasi dalam laporan alternatif Migrant CARE, termasuk beberapa Perda di Lembata, Banyuwangi, Jember, Wonosbo, Lombok Tengah dan 41 Perdes yang lebih harmonis dengan konvensi (Perdes sebagai basis DESBUMI). Selain itu beberapa catatan kritis atas laporan pemerintah, antara lain point tentang laporan pemerintah yang lebih banyak menyajikan list of activity tetapi tidak menampakkan analisis yang mendalam dari efektifitas kelembagaan dan instrumen/ kebijakan tentang tata kelola buruh migran yang berkesesuaian dengan mandate yang harus dijalankan oleh negara untuk mengimplementasikan konvensi;

Data-data yang dilampirkan oleh pemerintah Indonesia di dalam laporan itu, tidak mencerminkan/tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dijawab; Tidak ada elaborasi yang lebih dalam dan subtantif untuk menjelaskan data-data yang disampaikan; serta laporan pemerintah mengabaikan beberapa fakta dan insiatif penting yang sebenarnya sangat kontributif terhadap upaya perlindungan buruh migran. Upaya itu datang dari inisiatif dan inovasi pemerintah (baik di tingkat nasional dan daerah), lembaga negara maupun masyarakat sipil.

Beberapa organisasi masyarakat sipil, antara lain Migrant CARE, YKS Lembata, SARI Solo dan Desa Dukuhdempok akan menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam sesi kali ini. Delegasi yang akan berangkat ke Genewa adalah Anis Hidayah (migrant CARE), Melanie Subono (Ambassador), Alex Ong (Migrant CARE Malaysia), Siti Badriyah (Mantan Buruh Migran), Saverrapal Sakeng Corvandus (YKS Lembata), Mulyadi (SARI Solo) dan Miftahul Munir (Kades Dukuhdempok). Keberangkatan representasi masyarakat sipil ini diharapkan dapat memberikan kontribusi aktif selama sesi dan memberikan informasi alternatif secara obyektif kepada Komite mengenai situasi pekerja migran Indonesia.

Migrant CARE berharap dalam sidang pada sesi ke-27 ini dijadikan momentum bagi pemerintah Indonesia untuk segera menuntaskan pembaruan kebijakan migrasi yang berbasis pada penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagimana mandat konvensi pekerja migran. Penuntasan pekerjaan rumah pemerintah Indonesia antara lain adalah mendesaknya pengesahan revisi UU nomor 39/2004 (RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesiadan ratifikasi konvensi ILO 189/2011 tentang Kerja Layak untuk Pekerja Rumah Tangga. Pada saat yang sama juga harus mereview dan mencabut semua kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip penegakan hak asasi buruh migran sebagaimana yang menjadi mandat Konvensi Buruh Migran.

Jakarta, 2 September 2017

Hormat Kami

Wahyu Susilo (Direktur Eksekutif Migrant CARE, 08129307964)

Anis Hidayah (Ketua Pusat Stdi Migrasi Migrant CARE, 081578722874)

Alex Ong ( Migrant CARE Malaysia, +60196001728)

Saverrapall Corvandus (YKS Lembata, 082231763925)

Miftahul Munir (Kades Dukuhdempok, 081249948586)

Mulyadi (SARI Solo, 082231819140)

Siti Badriyah (081806291045)

TERBARU