Perlindungan dan Perwujudan Kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga Domestik dan Migran
Pemerintah Jangan Tunda Ratifikasi Konvensi ILO 189 dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Statement Migrant CARE dan Jala PRT untuk International Day for Domestic Workers
Jakarta, 16 Juni 2016
Saat ini seharusnya tidak ada lagi yang dapat memungkiri Peran Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaan PRT sangat penting dalam mendukung keberlangsungan kehidupan keluarga untuk memastikan berjalannya fungsi pengelolaan domestik, dikarenakan tuntutan dan beban ekonomi yang membuat hampir setiap orang bekerja diluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketika bekerja diluar tentunya tidak memungkinkan untuk melakukan peran kerja domestik seperti mengasuh anak, membersihkan rumah, dan memastikan ada makanan yang tersedia untuk anak-anak atau anggota keluarga dirumah. Namun peran-peran seperti ini jarang atau bahkan tidak diperhitungkan sebagai bagian yang mendukung keberhasilan majikan yang bekerja diluar rumah. Cara pandang demikian pada akhirnya membuat posisi PRT rentan dengan eksploitasi, kekerasan, dan penyiksaan, karena pekerjaan PRT masih dianggap rendahan sehingga tidak diakui sebagai profesi yang penting dan perlu mendapatkan jaminan perlindungan dari negara.
Menurut data International Labour Organization (ILO) sampai dengan Tahun 2012 jumlah PRT mencapai 2.555.000 PRT berusia 15 tahun ke atas yang bekerja di dalam negeri dan 1,7 juta di antaranya bekerja di pulau Jawa, dan ini diperkirakan bertambah seiring dengan semakin tingginya kebutuhan rumah tangga akan PRT. Sementara sekitar 6.5 juta pekerja migran Indonesia sekitar 80% adalah PRT migran yang juga tak kalah rentan akan kekerasan, pelanggaran hak pekerja, sampai dengan ancaman hukuman mati. Adalah sebuah fakta yang ironis bahwa kondisi PRT baik di dalam maupun diluar negeri masih belum dihargai dan mendapatkan perlindungan secara serius.
Sampai saat ini sektor kerja PRT tidak diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan karena dianggap pekerja informal. Mayoritas PRT di Indonesia tidak memiliki kontrak kerja yang jelas, lisan ataupun tertulis dengan majikan mengenai pekerjaan yang menjadi kewajibannya, jam kerja, hari libur mingguan dan upah yang akan diterima. Disamping itu PRT juga jarang memiliki jaminan perlindungan sosial. Ketiadaan jaminan perlindungan membuat mereka juga bekerja tanpa aturan yang jelas, jam kerja yang berlebihan, tidak mendapatkan hak cuti atau libur.
Sebenarnya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mempunyai inisiatif untuk membahas Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) atas masukan masyarakat sipil sejak tahun 2010, namun proses ini dirasakan kurang didorong oleh komitmen yang kuat sehingga sampai dengan PROLEGNAS 2016 RUU PRT tidak masuk dalam daftar pembahasan prioritas. Begitupun upaya untuk menjamin perlindungan PRT migran juga masih menghadapi tantangan yang besar dalam proses revisi RUU Perlindungan Pekerja Indonesia diluar negeri, dikarenakan masih kuatnya kepentingan bisnis penempatan PRT migran dibandingkan upaya untuk melindungi PRT migran diluar negeri.
Hari ini, 16 Juni 2016, seluruh dunia memperingati International Day for Domestic Workers yang bertepatan dengan 5 tahun dikeluarkan Konvensi ILO No. 189 yang memandatkan adanya perlindungan PRT dengan standart Hak Asasi Manusia. Namun sampai saat ini Indonesia juga tak kunjung meratifikasi Konvensi ini. Kerenanya Migrant CARE dan JALA PRT kembali menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi KILO 189 dan menyegerakan pembahasan dan pengesahan RUU PRT atas nama perlindungan dan penghormatan kemanuasiaan terhadap pekerja rumah tangga yang juga mayoritas adalah perempuan. Upaya itu adalah langkah konkrit yang mutlak dilakukan sebagai komitmen pemerintah Indonesia mewujudkan situasi kerja layak bagi semua pekerja seperti yang ada dalam goal 8 Sustainable Development Goals. Janji ini diucapkan Menaker Hanif Dhakiri dalam pidatonya di International Labour Conference Sessi 105, tanggal 9 Januari 2016 di markas besar ILO, Jenewa.
Pemerintah Indonesia juga dapat memprioritaskan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada sektor pekerja domestik. Selain dengan mendorong kebijakan yang kuat bagi PRT, Pemerintah juga harus mengupayakan pembangunan ekonomi yang memikirkan nasib masyarakat yang mengalami dampak dari pembangunan yang timpang dan tidak memperhitungkan masyarakat kecil termasuk didalamnya pekerja sektor domestik. Oleh karenanya penting bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan dengan standart layak kerja bagi masyarakat miskin yang kurang mendapatkan kesempatan dalam laju pembangunan di Indonesia.
Sekali lagi di hari peringatan pekerja rumah tangga ini, besar harapan kami lambungkan agar perlindungan dan kesejehateraan terhadap PRT dapat segera diwujudkan
Jakarta, 16 Juni 2016