Pemerintah Indonesia Harus Pro-Aktif Dalam Pembelaan BMI

Statement Migrant CARE

Pemerintah Saudi Mengeksekusi Pancung Pekerja Rumah Tangga (PRT) Migran Asal Sri Lanka, Pemerintah Indonesia Harus Proaktif Dalam Pembebasan Buruh Migran Indonesia Yang Terancam Hukuman Mati di Saudi Arabia

Hari ini berbagai media internasional mengabarkan bahwa pemerintah Saudi Arabia kembali mengeksekusi pancung seorang buruh migran perempuan asal Sri Lanka yang masih berusia 17 tahun, Rizana Nafeek dengan tuduhan pembunuhan bayi. Ini merupakan eksekusi pancung kedua di awal tahun 2013. Eksekusi perdana dilakukan terhadap Muhammad Darwis, warga negara Suriah. Migrant CARE menyatakan duka yang mendalam dan mengecam keras atas eksekusi pancung tersebut.

Realitas ini memperlihatkan bahwa pemerintah Saudi Arabia abai atas tekanan masyarakat internasional atas pelaksanaan eksekusi mati yang masih terus berlangsung. Tercatat sepanjang tahun 2012, pemerintah Saudi Arabia telah melaksanakan eksekusi pidana mati dengan hukuman pancung sebanyak 76 kali. Pada tahun 2011, tepatnya 19 Juni 2011, Ruyati, seorang PRT migran Indonesia, juga telah dieksekusi mati melalui hukuman pancung.

Peristiwa-peristiwa ini seharusnya menggerakkan pemerintah Indonesia untuk lebih pro-aktif melakukan advokasi pembebasan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia, terutama melalui diplomasi politik dan tidak terpaku pada mekanisme diyat yang cenderung eksploitatif. Untuk diketahui, jumlah buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia sejumlah 45 orang, dan dari jumlah itu ada beberapa yang situasi sangat kritis karena sudah divonis tetap. Mereka adalah Satinah, Tuti Tursilawati, Siti Zaenab, Siti Aminah dan Darmawati.

Langkah-langkah sigap yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah mempertanyakan apakah proses peradilan terhadap buruh migran Indonesia sudah memenuhi aspek-aspek independent judiciary (peradilan yang bebas), transparan serta memberikan pemenuhan maksimal hak-hak terdakwa (hak memperoleh bantuan hukum, hak memperoleh penerjemah, hak mendapatkan layanan kesehatan fisik dan psikis). Menurut investigasi Migrant CARE dalam kasus Ruyati dan Satinah, aspek-aspek pemenuhan akses keadilan ini tidak terpenuhi pada Ruyati dan Satinah.

Langkah strategis lain yang juga harus dilakukan adalah high-level diplomacy yang seharusnya menjadi tanggungjawab langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Hingga saaat ini tidak ada niat langsung dari Presiden SBY untuk mendesak adanya pertemuan bilateral dengan Raja Saudi Arabia dengan agenda tunggal pembebasan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia.

Pengalaman pendelegasian tugas advokasi pembebasan hukuman mati TKI melalui pembentukan Satgas TKI terbukti tidak berhasil menuntaskan kasus hukuman mati TKI. Hal ini terlihat dari masih belum pastinya nasib Satinah karena kelambanan penyelesaian diyat dan masih tingginya angka buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati.

Migrant CARE juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil inisiatif agar membangun kekuatan diplomasi multilateral dengan negara-negara pengirim seperti Pilipina, Srilanka, India, Bangladesh, dan negara-negara asal buruh migran lainnya untuk mendesak Saudi Arabia agar menghentikan eksekusi mati terhadap buruh migran.

Jakarta, 10 Januari 2013

Anis Hidayah
Direktur Eksekutif
081578722874 @anishidayah

Wahyu Susilo
Analis kebijakan
08129307964
@wahyususilo

TERBARU