Langkah Baru Disnaker Kebumen Dalam Perlindungan dan Pemberdayaan PMI

 

Pergantian kepemimpinan di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kebumen menjadi sorotan tersendiri. Kepala Disnaker baru, Cokro Aminoto, S.IP., M.Kes., memaparkan sejumlah langkah konkret yang sedang dilakukan. Salah satunya adalah mendorong percepatan Peraturan Desa (Perdes) PMI di seluruh desa di Kabupaten Kebumen. Hingga kini sudah ada 295 desa yang memiliki perdes tersebut. Menurutnya, desa yang tidak memiliki perdes PMI akan sulit ketika kepala desa akan menyalurkan dana desanya untuk PMI. Oleh karena itu, beliau mengupayakan tidak hanya di desa namun, kelurahan juga harus memiliki Perdes PMI. Dia juga mengumumkan bahwa adanya Desa Online, yakni hampir semua desa ada website yang bisa diakses untuk melihat data-data yang diperlukan, termasuk data ketenagakerjaan dan akan disandingkan dengan data PMI aktif dan Purna PMI.

 

Selain itu Disnaker Kebumen juga melakukan sosialisasi terkait Operasi Pra Pemberangkatan (OPP). Serta adanya vocal point PMI yang akan berkaitan dengan OPP, juga adanya layanan migrasi agar tidak ada pemberangkatan secara non-prosedural. Dalam aspek peningkatan kompetensi, Disnaker menggagas kolaborasi inovatif melalui sistem SIPEMIKAT. Melalui jejaring ini, salah satu kerja sama yang berhasil dibangun adalah dengan LPKS Bintang Indo Corpora, yang memberikan pelatihan caregiver berstandar internasional. Menariknya, meskipun dengan keterbatasan anggaran, program ini mampu melatih hingga 40 orang peserta. Jauh melampaui target awal yang hanya lima hingga enam orang.

Sebagai langkah pemberdayaan lanjutan, Disnaker juga mengusulkan agar PMI, baik yang aktif maupun purna, untuk menuliskan pengalaman selama bekerja di luar negeri. Cerita-cerita ini tidak hanya menjadi sarana berbagi pengalaman dan pembelajaran, tetapi juga dapat menjadi ladang penghasilan baru, apabila rutin dimuat di blog, website, atau media online lainnya. Untuk mendukung hal ini, Disnaker juga siap memberikan pelatihan menulis dan pembuatan blog secara daring bagi para PMI.

Dari ruang diskusi yang sama, Agung dari Pandjer School Kebumen memberikan perspekif reflektif sebagai anak dari purna PMI. Agung menegaskan bahwa isu ketenagakerjaan tidak bisa disamakan begitu saja dengan isu pekerja migran. “Kita tidak bisa menyamakan isu ketenagakerjaan dengan isu pekerja migran, apalagi saya tahu motivasi seorang PMI adalah ekonomi dan tidak ada pilihan lain. Setelah pulang, mereka kembali pada kondisi semula karena persaingan di dalam negeri begitu keras,” ujarnya.

Dalam konteks ini, Agung kembali mengingatkan peran negara sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Diskusi kemudian mengalir ke ranah kebijakan daerah. Agung menyoroti bahwa isu pekerja migran belum tersentuh secara eksplisit dalam RPJMD Kabupaten Kebumen 2025-2030. Oleh karena itu, Agung mengajak peserta forum harus memberikan input kepada pemerintah. Harapan besar diarahkan juga pada percepatan penyusunan Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Pekerja Migran. Agung menegaskan bahwa Raperda ini harus segera dinisiasi oleh DPRD Kebumen atau Dinas Tenaga Kerja, agar 40% desa yang belum memiliki perdes PMI bisa mengacu pada regulasi baru yang lebih komprehensif.

Untuk menutup kesenjangan kebijakan tersebut, Agung kemudian memberikan beberapa rekomendasi kebijakan pekerja migran daerah yang perlu segera ditindaklanjuti oleh pemerintah Kabupaten Kebumen:

  1. Regulasi Baru (Mandat 2024)

Ajukan Raperda Perlindungan & Pemberdayaan Pekerja Migran yang sesuai UU No. 18 Tahun 2017. Dan cabut Perda No. 5 Tahun 2014 yang sudah tidak relevan.

  1. Substansi Regulasi Baru (Mandat 2024)
  • Susun tata kelola kolaboratif antara pemerintah daerah, desa, sektor swasta, NGO, perguruan tinggi dan pekerja migran serta atur teknis dalam Peraturan dan/atau Keputusan Bupati.
  1. Alokasi Anggaran yang Memadai (Pencairan mulai 2027)
  • Tambah porsi anggaran ketenagakerjaan, pelatihan, ekonomi kreatif, dan sektor lain untuk pekerja migran. Target: Mendekati 1% dari total APBD Kabupaten.
  1. Pekerja Migran sebagai Partner (Aksi 2025)
  • Libatkan organisasi/paguyuban pekerja migran sebagai mitra strategis dalam perumusan kebijakan dari tingkat desa hingga kabupaten. Serta fokus pada kualitas kemitraan, bukan sekadar kuantitas kelompok atau dokumen.
  1. Desain Besar Ketenagakerjaan Migran Daerah (Mandat 2026)

Dengan tegas tidak berharap ada Perda Omnibus Law, karena isu PMI sangat spesifik tidak bisa disamakan dengan isu ketenagakerjaan atau biasa disebut lex specialis. Maka kami berharap untuk pemerintahan lima tahun berjalan ini kita harus memiliki desain besar mengenai ketenagakerjaan migran di daerah. Baik sebelum mereka pre servis maupun post servisnya. Dan membangun satu sistem data yang didukung oleh teknologi. Termasuk susun rancang bangun aksi daerah terkait ketenagakerjaan (migran & non migran) berbasis Satu Data dan platform digital. Dan fokus pada penyerapan tenaga kerja di dalam wilayah untuk mencegah keluarnya tenaga kerja ke luar negeri.

Forum ditutup dengan harapan agar pemerintah segera menindaklanjuti rekomendasi perlindungan pekerja migran. Isu ini bukan sekadar ekonomi, tetapi tanggung jawab negara untuk memastikan hak atas pekerjaan yang layak terpenuhi melalui kolaborasi dan kebijakan yang berpihak.

Ditulis oleh Ivanca Suitela, Mahasiswi magang dari Universitas Amikom Yogyakarta-Hubungan Internasional.

TERBARU

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *