
Sebuah inovasi sederhana namun berdampak besar lahir dari semangat kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah Desa. Di Desa Lajut, Kabupaten Lombok Tengah, ide yang berawal dari diskusi santai kini menjelma menjadi kegiatan yang bermanfaat. Kegiatan tersebut adalah Pasar Rakyat atau Car Free Day.
Inisiatif Pasar Rakyat atau Car Free Day berawal dari pendampingan Migrant CARE melalui kelompok Desbumi (Desa Peduli Buruh Migran). Dalam sebuah pertemuan kelompok, para anggota Desbumi Desa Lajut diajak mengamati kegiatan Car Free Day di Kota yang berlangsung di hari Minggu. Dari pengalaman sederhana itu muncul pertanyaan yang menggugah: “Kenapa tidak kita buat saja Car Free Day di Desa?”. Pertanyaan tersebut menjadi pemicu lahirnya semangat baru bagi para anggota kelompok Desbumi Desa Lajut. Para anggota kelompok segera berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk mendapatkan izin sekaligus dukungan.
Pemerintah Desa Lajut menyambut inisiatif Desbumi tentang Car Free Day dengan penuh positif. Kepala desa bersama perangkat Desa langsung mengizinkan lahan yang selama ini terbengkalai untuk disiapkan sebagai tempat kegiatan. Sebelum berlangsungnya Car Free Day di hari Minggu Pagi, pemerintah Desa bersama dengan anggota Desbumi Desa Lajut melakukan kegiatan Jumat bersih. Untuk membersihkan area yang akan digunakan. Setelah melalui berbagai persiapan, Car Free Day pertama di Desa Lajut resmi dimulai pada 22 Juni 2025 sebagai langkah awal menghadirkan ruang publik yang produktif bagi masyarakat.

Menariknya, sejak Car Free Day resmi dimulai pada 22 Juni 2025, kegiatan ini langsung mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Antusiasme masyarakat begitu tinggi hingga jumlah pembeli yang datang bahkan jauh lebih banyak dibandingkan jumlah penjual yang tersedia. Sehingga setiap hari Minggu pagi, area pasar dipadati pengunjung yang datang untuk berbelanja.
“Masing-masing meja jualan itu nggak sampai jam 10 sudah ludes. Bahkan masyarakat berbondong-bondong datang tapi tidak kebagian,” ungkap Sahdi Rahman, SE kasi Kesra Desa Lajut.
Namun, jika ada dagangan makanan yang belum habis, para anggota kelompok biasanya tidak membiarkannya terbuang. Mereka akan berkumpul dan menikmati makanan itu bersama-sama sebagai bentuk kebersamaan setelah kegiatan selesai. Momen sederhana ini sering menjadi kesempatan bagi mereka untuk saling bertukar cerita dan mempererat kebersamaan setelah kegiatan berlangsung.
Walaupun terkadang rasa lelah tak terhindarkan, para anggota kelompok justru menikmati setiap proses dalam kegiatan Car Free Day. Seorang anggota kelompok bahkan sempat berkata kepada pendamping Desbumi, “Capek sih, Bu, tapi kalau lihat hasilnya, hilang capeknya.” Kalimat sederhana itu menggambarkan perasaan masyarakat Desa Lajut. Bahwa kelelahan seolah sirna ketika melihat masyarakat begitu antusias datang, membeli hasil jualan mereka, dan menikmati suasana pasar yang hidup.
Melihat tingginya antusiasme masyarakat, pemerintah Desa menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat dikembangkan lebih jauh. Pemerintah Desa Lajut menekankan pentingnya memperluas jenis usaha dan variasi produk yang ditawarkan agar semakin banyak masyarakat yang turut berpartisipasi.

“Harapan pemerintahan desa ke depannya, bagaimana caranya dari anggota Desbumi atau Migrant CARE, untuk lebih banyak lagi bentuk jualan-jualan itu dan macam-macam jualannya. Untuk melayani masyarakat Desa Lajut.” Tambah Sahdi Rahman, SE kasi Kesra Desa Lajut.
Kini setiap Minggu pagi di Desa Lajut bukan hanya tentang jual beli, melainkan juga tentang semangat hidup yang tumbuh bersama. Car Free Day menjadi simbol bagaimana masyarakat, pemerintah Desa, dan Migrant CARE saling bergandengan tangan untuk menghadirkan ruang ekonomi yang adil. Inovasi Car Free Day menjadi bukti bahwa pemberdayaan bukan hanya tentang bantuan, tetapi tentang memberi ruang bagi masyarakat untuk tumbuh dan berdaya.
Ditulis oleh Ivanca Suitela
Mahasiswi magang dari Universitas Amikom Yogyakarta-Hubungan Internasional









