Statement Masyarakat Sipil Indonesia Menyikapi Penyelenggaraan ASEAN Forum on Migrant Labour ke 16 Di Jakarta, 25-26 Oktober 2023

 

Statement Masyarakat Sipil Indonesia Menyikapi Penyelenggaraan ASEAN Forum on Migrant Labour ke 16 Di Jakarta, 25-26 Oktober 2023

 

ASEAN Forum on Migrant Labour  Harus Menghasilkan Rekomendasi Konkrit  Yang Mengacu Pada Tata Kelola Migrasi Aman Sesuai Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration dan UN Guiding Principles on Business and Human Rights

 

Pada tanggal 25 – 26 Oktober 2023 akan berlangsung ASEAN Forum on Migrant Labour Ke 16 yang bertema Enhancing the effectiveness of legal pathways for labour migration in ASEAN”. Event ini merupakan rangkaian kegiatan Keketuaan Indonesia untuk ASEAN di tahun 2023. AFML merupakan pertemuan tahunan antar negara anggota ASEAN untuk merumuskan rencana aksi terkait upaya mewujudkan tata Kelola migrasi tenaga di kawasan Asia Tenggara berdasarkan Deklarasi ASEAN tahun 2007 tentang Pelindungan dan Promosi Hak-hak Pekerja Migran dan Konsensus ASEAN 2017 tentang Pelindungan dan Promosi Hak-hak Pekerja Migran.

Mengacu pada pengalaman penyelenggara AFML sebelumnya, corak dan format forum ini tidak jauh berbeda dengan event – event ASEAN yang lain, seperti dominasi state actor  (ASEAN State Member) dan minimnya partisipasi bermakna dari non – state actor (khususnya masyarakat sipil dan serikat buruh). AFML selalu melahirkan rekomendasi – rekomendasi yang normatif dan ideal namun sulit untuk diimplementasikan dalam kebijakan yang operasional. Hingga saat ini (sampai pelaksanaan AFML Ke 15) telah menghasilkan ratusan rekomendasi namun tidak memberikan perubahan yang signifikan bagi kondisi pekerja migran di kawasan Asia Tenggara yang hingga saat ini menghadapi berbagai kerentanan yang berlapis.

Dalam Keketuaan Indonesia untuk ASEAN di tahun 2023, telah dilahirkan beberapa dokumen yang terkait dengan agenda pelindungan pekerja migran dan perdagangan orang (Deklarasi ASEAN tentang Pelindungan Pekerja Migran di masa krisis, Deklarasi ASEAN tentang Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran di Sektor Perikanan, Deklarasi Pemimpin ASEAN tentang Pencegahan Perdagangan Orang karena Penyalahgunaan Teknologi Digital) serta penegasan bahwa ASEAN akan terus mengupayakan Pelindungan Pekerja Migran dalam Dokumen ASEAN Concorde IV. Oleh karena itu, hasil dari ASEAN Summit 42 dan 43 yang diketuai Indonesia sudah seharusnya juga menjadi platform dan pijakan Indonesia dalam mendorong adanya rekomendasi – rekomendasi konkrit dalam AFML Ke 16.

Pada tanggal 19 September 2023 di Jakarta telah berlangsung Pre-AFML Ke 16 untuk menyusun rekomendasi nasional Indonesia yang akan disampaikan dalam AFML Ke 16. Rekomendasi tersebut terkait dengan 2 subtema yaitu, (1) meningkatkan program migrasi tenaga kerja di ASEAN, dan (2) Memastikan jalur migrasi legal yang inklusif dan responsive terhadap proses migrasi tenaga kerja. Tema ini akan lebih mendorong adanya kerjasama penempatan pekerja migran melalui jalur reguler. Meski demikian, berdasarkan realitas yang terjadi, migrasi yang reguler sekalipun tidak menjamin keamanan dalam bermigrasi ketika akar persoalannya tidak diselesaikan, yakni rezim upah buruh murah, penempatan yang eksploitatif dan berorientasi pada keuntungan bisnis.

Seperti yang disampaikan di bagian awal, rekomendasi – rekomendasi tersebut memang sangat ideal dan menyenangkan untuk dibaca namun tidak mudah untuk diimplementasikan. Misalnya tentang regulasi nasional, bilateral dan regional yang mampu mengatasi hambatan struktural dan sosial pekerja migran dalam mengakses jalur migrasi legal, kebijakan pelarangan pembebanan biaya perekrutan, pengurusan dokumen dan perizinan, penerapan sanksi bagi pelaku perekrutan yang melanggar aturan. Juga banyak rekomendasi terkait dengan upaya memastikan adanya jalur migrasi legal melalui penyederhanaan proses migrasi, adanya platform yang sama antara negara asal dan negara tujuan mengenai regular migrasi dan irregular migrasi, serta usulan mengenai masa kontrak kerja pekerja migran di negara – negara tujuan lebih panjang dan permanen.

Ada juga rekomendasi terkait pengembangan kapasitas dan pemberdayaan bagi purna pekerja migran dengan pendekatan komunitas pedesaan, peningkatan kapasitas aparat negara terkait pengelolaan perbatasan, data migrasi dan penyiapan skill calon pekerja migran sesuai kebutuhan negara tujuan.

Prinsip–prinsip non diskriminatif, kesetaraan gender dan inklusi disabilitas juga direkomendasikan. Semua rekomendasi tersebut tentu patut didukung, namun dalam kenyataannya masih banyak tantangan untuk perwujudannya. Birokratisasi dan pembebasan biaya penempatan pekerja migran masih menjadi masalah yang dihadapi pekerja migran Indonesia. Pelaku pelanggaran aturan perekrutan pekerja migran masih menikmati impunitas, sebaliknya calon pekerja migran berpotensi mendapatkan diskriminasi rasial dan dikriminalisasi ketika terpaksa harus menempuh jalur tidak resmi karena tingginya pembiayaan melalui jalur resmi.

Meski Indonesia dan Malaysia sudah menandatangani MoU tentang Pelindungan Pekerja Migran di sektor Pekerja Rumah Tangga, namun masih sering terjadi pelanggaran atas klausul – klausul yang ada dalam MoU dan pekerja migran belum menikmati implementasi dari MoU tersebut.

Permasalahan yang luput dari rekomendasi yang diusulkan Indonesia tersebut adalah hal yang berkaitan dengan langkah-langkah konkrit terkait kondisi pekerja migran di sektor perikanan serta masalah pekerja migran yang terjebak dalam tindak pidana perdagangan orang karena penyalahgunaan teknologi digital. Krisis politik yang tak terselesaikan di Myanmar, sedikit banyak mempengaruhi mobilitas pekerja juga tidak mendapatkan perhatian.

Adanya celah yang menganga dari rekomendasi dan realitas pekerja migran dan situasi keamanan regional kawasan yang tidak ramah pada pekerja migran, mendorong masyarakat sipil Indonesia yang bekerja untuk pelindungan Pekerja Migran mendesak Pemerintah Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun 2023 sekaligus tuan rumah AFML Ke 16 untuk benar – benar serius mendorong terwujudnya tata kelola migrasi yang aman di ASEAN berdasarkan seluruh modalitas yang telah dimiliki ASEAN terkait pelindungan pekerja migran. Selain itu, masyarakat sipil Indonesia ingin menyerukan harapan agar keketuaan Indonesia dapat menjadikan AFML sebagai evaluasi dan refleksi bagi pelaksanaan Deklarasi ASEAN tahun 2007 tentang Pelindungan dan Promosi Hak-hak Pekerja Migran dan Konsensus ASEAN 2017 tentang Pelindungan dan Promosi Hak-hak Pekerja Migran dan berbagai kesepakatan ASEAN terkait pekerja migran dan anggota keluarganya.

Pemerintah Indonesia perlu memperketat pengawasan keimigrasian serta wilayah perbatasan dan penegakan pada sanksi hukum yang berat bagi pelaku untuk memberikan efek jera dan tidak mengkriminalisasi pekerja migran yang terjebak dalam skema migrasi tidak berdokumen dan korban perdagangan orang untuk mewujudkan migrasi aman di wilayah ASEAN.

Perlu diketahui, sejak tahun 2018 sebagian besar negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi komitmen internasional Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration (GCM) dan seluruh negara dan anggota ASEAN yang menyetujui komitmen tersebut, sehingga 23 tujuan dan target yang ada dalam GCM dapat menjadi acuan untuk mengimplementasikan seluruh rekomendasi – rekomendasi operasional yang dihasilkan dalam AFML, sehingga bisa menjadi peta jalan yang terukur bagi upaya perwujudan migrasi aman di Kawasan Asia Tenggara. AFML juga harus memastikan seluruh siklus migrasi tenaga kerja di kawasan Asia Tenggara bersandar pada UN Guiding Principles on Business and Human Rights.

Mengacu pada pembukaan Piagam ASEAN yang berbunyi “We The People” maka seharusnya forum AFML harus bersifat inklusif, non diskriminatif, berpusat dan berorientasi pada kepentingan rakyat dan pekerja migran. Oleh karena itu, Masyarakat sipil Indonesia mendesak agar penyelenggaraan AFML tidak eksklusif hanya didominasi ASEAN States Member, business as usual (asal terselenggara) tetapi harus mendengar suara – suara otentik pekerja migran, membuka ruang dan kesempatan bagi non state actor di ASEAN memberikan usulan dan rekomendasi melalui proses partisipasi yang bermakna.

Jakarta, 23 Oktober 2023

 

Migrant CARE (Wahyu Susilo)

Human Rights Working Group (Daniel Awigra)

Jaringan Buruh Migran (Savitri Wisnuwardhani)

Serikat Buruh Migran Indonesia (Hariyanto Suwarno)

Serikat Buruh Migran dan Informal Indonesia (Yatini Sulistyowati)

Beranda Migran (Erwiana Sulistyaningsih)

Perserikatan Solidaritas Perempuan (Adriyeni)

 

Contact Person:

Wahyu Susilo (08129307964)

Daniel Awigra (08176921757)

Savitri Wisnuwardhani (082124714978)

TERBARU