Upaya Extraordinary Berbagai Pihak

Pada Sabtu, 4 Juli 2020, ‘Webinar Kerentanan Pekerja Migran terhadap Covid-19: Perlukah Upaya Extraordinary Menghadapi Pandemik?’ telah menjadi forum bertemunya keresahan dan aspirasi Pekerja Migran Indonesia di berbagai negara dengan para pengambil kebijakan serta ahli dan pendamping isu. Di forum ini mereka  berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang upaya-upaya extraordinary apa, yang telah dan seharusnya dilakukan kedepan.

“Saya nggak bisa bayar kamar karena kerjaan libur, sebagian ada juga yang lepas.” Ungkap Mat Beceek, pekerja domestik di Belanda dalam video testimoni yang ditayangkan. Ia juga menceritakan lebih dari 20 orang temannya di Belanda (sesama Pekerja Migran Indonesia) terpaksa pulang karena tidak ada pekerjaan dan tidak bisa membayar sewa kamar. Voni, Pekerja Migran Indonesia yang berada di Rotterdam merasakan hal yang sama. “Akibat Covid, hampir 70 persen kerjaan hilang, jadi banyak masalah keuangan karena biaya hidup disini mahal, belum lagi saya harus kirim uang untuk orangtua ke Indonesia,” ucapnya.

Bukan hanya masalah finansial, beberapa di antaranya juga harus berpindah karena faktor kesehatan. “Selama Covid banyak kendala kehilangan pekerjaan dan waktu itu penyakit asma saya juga kambuh, mengharuskan saya pindah karena rumah yang saya tempati waktu itu berada di zona merah” ucap Welly, di Roterdam. Ana, yang berada di Amsterdam turut menambahkan beberapa alasan ia kehilangan mekerjaan. “Sebagai cleaning service saya bekerja membersihkan rumah dari satu apartemen ke apartemen lainnya, tapi semenjak corona banyak klien meminta kami berhenti karena mereka sendiri bekerja di dalam rumah. Mereka juga takut kita membawa virus,” tuturnya.

Pandemi Covid-19 mendesak Pekerja Migran Indonesia yang berada di berbagai belahan dunia bukan hanya kepada krisis tempat tinggal tetapi sampai pada kesulitan pangan. Seperti yang dirasakan oleh Solahudin dan April, Pekerja Migran Indonesia di Malaysia. “Kami kekurangan bahan makanan,” ucap Solahudin. Sedangkan April bertahan dengan menggunakan uang simpanannya, namun untuk mulai bekerja kembali pun ia memiliki kekhawatiran tersendiri. “Jangankan untuk kerja, untuk keluar dari rumah sewa saja saya masih was was karena daerah ini masuk ke dalam zona merah. Jadi setiap jalannya itu diblok dan dijaga oleh polisi serta tentara” ucap April.

Upaya Extraordinary yang Dilakukan Pemerintah

Judha Nugraha, Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Kemenlu RI, memaparkan bahwa saat ini pemerintah telah menempuh upaya extraordinary untuk penanganan Covid-19, dan perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri menjadi salah satu prioritasnya. ”Negara menjadi first responder, garda terdepan untuk menangani PMI yang terjangkit Covid di luar negeri, selain itu juga melakukan upaya sheltering, legal assistance, repratiasi, diplomasi, lalu bagaimana kita bisa menjangkau PMI dengan menggunakan teknologi,” papar Judha.

Pemerintah juga berupaya menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan logistik bagi Pekerja Migran Indonesia yang terjebak di luar negeri. Seperti yang dipaparkan oleh Budhi Hidayat Laksana, Atase Ketenagakerjaan KBRI di Kuala Lumpur Malaysia. “Sampai awal juli sebanyak 148 ribu sembako diberikan kepada WNI,” ucapnya. R. A. Arief, Koordinator Pelayanan Warga KBRI Riyadh juga menambahkan perihal BLT yang telah mereka distribusikan. “Per tanggal 1 Juli 2020, kami sudah menyampaikan BLT ke 2.216 PMI dan 492 pelajar atau mahasiswa,” ucapnya. Namun demikian, Budhi dan Arif mengakui kendala data di lapangan karena realitas jumlah Pekerja Migran Indonesia tidak berdokumen angkanya amat signifikan di kedua negara tersebut. “Data WNI di Saudi adalah 357.907 namun disinyalir masih banyak yang belum terdata, diperkirakan secara riil mencapai satu juta orang,” tambah Arif.

Menurut Fikry Cassidi, selaku Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Den Haag, kondisi di Belanda tidak berbeda jauh dengan KBRI lainnya. “Kami juga melakukan langkah-langkah extraordinary, diantaranya membentuk Satgas tanggap darurat Covid untuk melindungi WNI dan sejak awal Covid merebak di Belanda, kami sudah melakukan pendekatan ke Pemerintah Belanda untuk mengetahui data sebaran WNI guna meminta kemudahan kalau memang harus diadakan repatriasi WNI di Belanda pada waktu itu,” terangnya.

Solidaritas Swadaya Melawan Covid-19

Upaya extraordinary bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga berbagai pihak lainnya. “Pandemi covid-19 benar-benar tidak mengenal batas ruang dan waktu, semua negara terdampak karenanya. Saat ini kita memang berkejaran dengan waktu namun tidak ada kata terlambat untuk melakukan terobosan-terobosan dalam rangka menyelamatkan ras manusia, terlebih kelompok rentan dan paling terdampak, diantaranya para pekerja migran yang tidak berdokumen” ucap Buyung Ridwan Tanjung selaku Koordinator Panitia dalam sambutannya.

Buyung dan rekan-rekannya yang tergabung dalam Indonesian Migrant Worker Union Netherlands (IMWU NL) telah melakukan berbagai upaya advokasi Pekerja Migran Indonesia yang berada di Belanda, selama pandemi Covid-19. Seperti yang diterangkan oleh Ratna Saptari, selaku Sekjen IMWU NL. “Ada gereja yang memberi bantuan kepada PMI tanpa prosedur yang berbelit-belit. Meski begitu tempat-tempat penampungan yang disediakan oleh gereja maupun lembaga lain, tidak dapat menampung seluruh PMI yang kehilangan tempat tinggal akibat Covid,” ucapnya.

Negara hadir tetapi juga ada solidaritas swadaya yang memperbesar kekuatan untuk melawan dampak Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant CARE. “Sejak Januari 2020, Migrant CARE sudah mewanti-wanti pemerintah untuk menangani PMI yang terdampak Covid-19 di luar negeri. Kami melakukan monitoring yang intens dan mengawal kebijakan baik di tingkat nasional, regional dan internasional. Yang amat disayangkan pada Asean Summit kemarin, tidak ada pembahasan serius tentang pekerja migran khususnya yang undocumented. Kerentanan mereka bukan hanya terjebak dalam kebijakan pembatasan sosial di luar negeri tetapi juga saat kepulangan. Sampai di kampung halaman mereka tidak punya pekerjaan, terstigma dan terdiskriminasi,” papar Wahyu.

Erna Dyah Kusumawati, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret mengakhiri paparan para narasumber dengan mengingatkan bahwa kita harus menempatkan HAM sebagai pusat dalam penanganan Covid-19. “Untuk setiap saat harus ada komitmen perlindungan bagi PMI baik yang berdokumen maupun tidak. Khususnya saat pandemi, kerjasama dengan negara tujuan, serikat pekerja dan NGO harus diperkuat untuk identifikasi, pemberian bantuan, terutama bagi PMI undocumented. Lalu setelah pandemi perlu peningkatan skill dan bantuan hukum bagi PMI yang bermasalah,” pungkasnya.

__________________

Webinar ini diselenggarakan atas kerjasama Indonesian Migrant Worker Union Netherlands (IMWU), Migrant CARE – Perkumpulan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konstitusi dan Hak Asasi Manusia Universitas Sebelas Maret Surakarta (P3KHAM LPPM UNS).

 

TERBARU