ASEAN Harus Menyusun Protokol Kesehatan untuk Perlindungan Pekerja Migran dan Pengungsi di Kawasan

Presiden Jokowi Mengikuti KTT Khusus ASEAN Penanganan COVID-19 (twitter.com/jokowi)

Hari ini, Selasa 14 April 2020, sepuluh kepala pemerintahan ASEAN menggelar Konferensi Tingkat Tinggi Khusus ASEAN tentang Penanganan COVID-19. Langkah ini diambil setelah seluruh kawasan Asia Tenggara ini tidak luput dari penyebaran wabah COVID-19 dan mempengaruhi gerak ekonomi-politik dan sosial budaya kawasan ini.

Dalam KTT Khusus yang digelar secara online dan diketuai oleh Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc ini, menghasilkan Deklarasi yang disepakati bersama. Deklarasi itu bertajuk “Declaration of the Special ASEAN Summit on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)” (https://asean.org/declaration-special-asean-summit-coronavirus-disease-2019-covid-19/).

Migrant CARE memberi apresiasi kepada ASEAN yang telah mengambil langkah regional untuk mengatasi pandemic ini. Ini sejalan dengan rekomendasi berbagai organisasi internasional yang mendorong adanya kerjasama regional dan multilateral karena tak bisa hanya ditangani satu negara.

Namun demikian dari pembacaan cermat atas deklarasi ini, substansi yang ada masih dalam kerangka kerjasama ASEAN yang normatif dan lebih menekankan pada pendekatan tata kelola medis. Pendekatan ini tentu penting dan berguna, namun seharusnya ASEAN juga perlu membahas persoalan mobilitas manusia, seperti migrasi dan pengungsi, yang hingga saat ini menjadi persoalan serius di ASEAN. Kelompok ini merupakan kelompok yang rentan terpapar pandemi COVID-19. Sayang sekali ASEAN melupakan ini.

Harus diakui situasi kerentanan pekerja migran di Malaysia dalam penerapan Movement Control Order,  kemudian kondisi memprihatinkan para pengungsi Rohingya di perbatasan Myanmar-Bangladesh serta di berbagai negara ASEAN membuat mereka menjadi sasaran empuk penularan COVID-19.

Migrant CARE mendesak ASEAN untuk menyusun dan menerapkan Protokol Kesehatan untuk perlindungan pekerja migran dan pengungsi di kawasan ASEAN untuk memastikan, agar dalam situasi apapun pekerja migran dan pengungsi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya pencegahan penularan COVID-19. Protokol ini harus mensyaratkan pendekatan hak asasi manusia, gender sensitive dan bersifat non-diskriminatif.  

Jakarta, 14 April 2020

Wahyu Susilo
Direktur Eksekutif Migrant CARE

TERBARU