23 November 2024 08:48
Search
Close this search box.

Ini Dia Ragam Tantangan Penyelenggaraan Pemilu di Hongkong

Hongkong, 14 April 2019 – Hari ini diselenggarakan pemungutan suara pendahuluan (early voting) di beberapa negara tujuan Pekerja Migran Indonesia, salah satunya adalah Hong Kong. Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Hong Kong dan Macau telah menetapkan 4 lokasi pemungutan suara untuk wilayah Hong Kong dan Macau sebagai berikut: (1) Queen Elizabeth Stadium, Wan Chai, Hong Kong Islands; (2) Tsim Sha Tsui Distric Kai Fong Association Hall, Tsim Sha Tsui (TST), Kowloon; (3) Yuen Long Town Hall, Yuen Long, New Territories; dan (4) Tap Seac Multi-sports Pavilion, Macau. Dengan 31 TPS yang tersebar di masing-masing lokasi pemungutan suara. Terdapat 16 TPS di Wan Chai, 6 TPS di Tsim Sha Tsui, 8 TPS di Yuen Long, dan 1 TPS di Macau.

Migrant CARE turut melakukan pemantauan di beberapa lokasi yakni Queens Elizabeth Stadium, Wan Chai dan District Kai Fong Association Hall, Tsim Sha Tsui (TST). Antusias Pekerja Migran Indonesia terlihat dari antrian yang mengular di lokasi pemungutan suara. Peningkatan partisipasi ini sudah diprediksi sebelumnya oleh data pemuktahiran DPT yang dikumpulkan oleh PPLN setempat. Dari pantauan langsung di lapangan, terdapat beberapa tantangan dalam penyelenggaraan Pemilu kali ini. Berikut adalah faktor internal yang menjadi tantangan penyelenggaraan Pemilu 2019 di Hong Kong:

  1. Antusias calon pemilih kurang diimbangi dengan respon penyelenggara, misal dalam mengantisipasi Daftar Pemilih Khusus (DPK).
  2. Di Wan Chai, tidak ada panitia yang memilah DPT dan DPK di antrian terluar, sehingga calon pemilih DPK yang sudah mengantri lama sejak pagi, harus keluar dan menunggu kembali pada waktu yang ditentukan (satu jam sebelum TPS ditutup).
  3. Tata laksana TPS yang tertutup tidak memudahkan akses pemantauan.
  4. Bilik suara dinilai kurang nyaman karena ukurannya yang kecil dan berdempetan, sehingga rentan menggerus asas kerahasiaan.
  5. Perlu dipertimbangkan pula efisiensi alur pemilih yang menunggu di TPS dan mengantri di front desk, karena banyak bilik yang kosong, tetapi pemilih menumpuk di antrian front desk.
  6. Ruang pengamatan saksi terbatas karena desain tata letak yang tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga proses pengawasan terbatas.

Adapun faktor eksternal yang menjadi tantangan, diantaranya:

  1. Masih adanya dokumen yang ditahan oleh majikan dan agen sehingga calon pemilih tidak bisa menyalurkan hak pilihnya.
  2. Limitasi durasi waktu libur membuat calon pemilih DPK terancam gugur hak pilihnya karena waktu yang terbatas.
  3. Beberapa calon pemilih menyatakan tidak mendaftar melalui mekanisme online sebelumnya, dikarenakan adanya ketakutan dokumen yang diunggah akan disalah gunakan.

Penyelenggaraan pemungutan suara pendahuluan ini bisa dibilang adalah Pemilu terbesar yang pernah diselenggarakan di Hong Kong. Hal ini menjadi sarana pendidikan politik bagi seluruh masyarakat Hong Kong yang lebih luas, bukan hanya Warga Negara Indonesia saja. Pelaksanaan Pemilu Indonesia di luar negeri ini tentu akan menampilkan wajah demokrasi Indonesia di mata dunia.

Soal Pemungutan Suara Via Pos

Meskipun himbauan kepada PMI yang berganti majikan dan berpindah alamat untuk segera melapor dan memperbarui data sudah gencar dilakukan, pun sosialisasi dan pemuktahiran data oleh PPLN Hong Kong sejak 6 bulan lalu, tetap masih banyak surat yang kembali (retur). Bagi calon pemilih yang telah terdaftar melalui Pos namun surat suaranya kembali ini terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena minimnya informasi.

Adapun yang sudah mengadu mengaku respon penyelenggara lambat. Migrant CARE menverifikasi hal tersebut kepada panitia penyelenggara, bagi Pos bermasalah diarahkan untuk menghubungi hotline Whatsapp KJRI, yang kemudian akan mendapat balasan pemanggilan untuk menyoblos di KJRI sampai dengan tanggal 16 April 2019.

Migrant CARE mencatat adanya PMI yang terdaftar melalui mekanisme pos mendatangi TPS pada hari pencoblosan guna menyalurkan hak suaranya karena mengaku tidak kunjung menerima surat suara melalui pos, namun mereka tidak dapat menyalurkan suaranya melalui TPS. Adapun temuan di TST, terdapat 3 pemilih yang terdaftar Pos datang ke TPS membawa surat suara mengaku tidak ada waktu untuk mengirim via pos. Panitia mengijinkan yang bersangkutan untuk mencoblos  surat suaranya di salah satu TPS dan dimasukkan ke kotak tersendiri.

Migrant CARE sebagai pemantau pemilu independen yang terakreditasi oleh Bawaslu, mendesak adanya opsi alternatif untuk dapat mengakomodir hak memilih Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong. Mekanisme pemantauan proses pemungutan suara melalui pos juga menjadi desakan utama Migrant CARE melihat urgensinya menjamin proses pemungutan suara yang bersandar pada prinsip LUBER (langsung, umum, bebas dan rahasia) serta JURDIL (jujur dan adil). 

TERBARU