Pemberdayaan Eks-Pekerja Migran dan Keluarganya di DESBUMI Juntinyuat

Dari 57 daerah kantung pekerja migran dalam data Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2017, Indramayu menempati peringkat pertama dalam jumlah pekerja migran tertinggi di Indonesia. Di Indramayu, terdapat Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI) yang telah didampingi oleh Migrant CARE sejak 2016 lalu. Desa tersebut adalah Desa Juntinyuat, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, salah satu desa yang menjadi basis kantong TKI di Indramayu. Di DESBUMI Juntinyuat, terdapat komunitas buruh migran purna dan anggota keluarganya, yang diberi nama Gema Karya Migran.

Berdirinya DESBUMI di desa ini diawali dengan kegiatan pendataan mengenai mobilitas buruh migran di daerah tersebut. Terdapat setidaknya 278 data yang masuk ke Migrant CARE selama proses pendataan sepanjang tahun 2016. Dari data yang masuk terdapat 270 purna TKI yang terdata, dan 8 lainnya adalah keluarga buruh migran. Sebanyak 241 responden berjenis kelamin perempuan, dan 37 lainnya laki-laki. Kebanyakan dari mereka adalah tamatan SD (42 persen) dan SMP (26 persen). Rata-rata dari mereka telah bekerja ke luar negeri lebih dari satu kali. Mengenai status pekerjaan ketika diwawancarai oleh enumerator, sebesar 75 persen responden tidak bekerja, sedangkan 25 persen lainnya memiliki pekerjaan. Dari sejumlah yang memiliki pekerjaan tersebut, mayoritas mereka bekerja pada sektor rumah tangga, berdagang, industri, dan pertanian.

Bukan hanya dalam pendataan, komunitas ini juga terbukti berhasil mengadvokasi kebijakan di tataran desa yang melahirkan sebuah Peraturan Desa (Perdes) No. 02 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang disahkan pada tanggal 25 Agustus 2017.  Selain itu, komunitas DESBUMI Gema Karya Migran juga mendampingi salah seorang purna TKI yang mengalami gangguan kejiwaan sepulang dari negara tujuan. Saat ini yang bersangkutan dapat kembali berada di tengah masyarajat berkat dukungan dari berbagai pihak.

Aktivitas Komunitas Gema Karya Migran – Juntinyuat

Keberhasilan komunitas ini dalam advokasinya membuat beberapa desa lain tertarik untuk turut mereplikasi DESBUMI. “Dengan adanya DESBUMI di Juntinyuat, beberapa desa juga ada yang ingin membentuk komunitas serupa,” ujar Santos Muhammad, Koordinator Migrant CARE Jawa Barat. Namun ia mengaku bahwa Migrant CARE sedang dalam tahap pendalaman DESBUMI yang sudah ada. “Yang ada dulu dikembangkan dan diperkuat, ke depannya ada keinginan untuk menambah jangkauan DESBUMI yang ada di Jawa Barat, di Indramayu, dan juga di Karawang,” tuturnya.

Produknya Sampai ke Luar Negeri

Kegiatan komunitas DESBUMI Juntinyuat tidak hanya berhenti sampai disitu. Mereka juga memberdayakan purna TKI dan keluarganya melalui kegiatan ekonomi, yakni memproduksi dan memasarkan beberapa produk makanan. Letak geografisnya yang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah Utara, membuat olahan laut menjadi andalan utama. Seperti Siwang (Terasi Bawang) tabur, bakso goreng dengan varian berbagai rasa menarik terbuat dari daging ikan, dan abon ikan ABC.

Produk Komunitas Gema Karya Migran – Juntinyuat

Desa Juntinyuat juga memiliki tanah yang subur, sehingga selain olahan laut, mereka juga memproduksi hasil bumi menjadi sirup mangga dan kecap manis. Makanan ringan lain yang juga diproduksi dan dapat menjadi buah tangan misalnya akar kelapa dan kuping gajah.

“Dari semua produk, yang paling banyak dicari adalah terasi dan bakso goreng,” ucap Santos. Kurang lebih 200 botol terasi tabur  diproduksi setiap bulannya, dengan dibandrol harga 18 ribu rupiah per botol. Pasarnya juga bisa dibilang pasar internasional, sesederhana niat baik para TKI yang setiap kali pulang ke Juntinyuat memborong terasi botol untuk mereka santap dan bagikan kepada TKI lainnya di negara tujuan, seperti Singapura, Taiwan, dan Korea. “Mereka bawa entah itu lima atau sepuluh botol,” tambah Santos.

Kegiatan pemberdayaan ini dikelola dengan sederhana dan akuntabel. “Kita lihat seberapa besar peran anggota pada saat produksi, nanti entah sebulan atau dua bulan sekali akan dihitung pembagian hasilnya. Yang berkontribusi waktu saat produksi banyak akan dapat bagian lebih banyak seperti itu. Karena dalam pembuatan terasi memakan waktu yang sangat panjang. Menggorengnya saja membutuhkan waktu lima sampai enam jam, itu baru proses awal. Butuh waktu kurang lebih dua hari untuk terasi diolah sampai siap jual,” papar Santos. 

Baca juga: Membangun DESBUMI di Indramayu

TERBARU