Buruh Migran Indonesia di Malaysia Dalam Bahaya !

Ditetapkannya Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur sebagai tersangka oleh KPK atas kasus suap yang merugikan puluhan ribu buruh migran Indonesia yang mengurus dokumen paspor melalui mekanisme reach out di Malaysia dan berulangnya kecelakaan kapal yang mengangkut buruh migran Indonesia yang melintas di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia serta masih terus terjadi kasus kekerasan yang dialami oleh PRT migran Indonesia di Malaysia (Kasus terakhir terungkap, Suyantik mengalami penyiksaan secara keji oleh majikannya) merupakan tanda bahaya yang menjadi ancaman serius bagi keselamatan buruh migran dan PRT migran Indonesia di Malaysia.

Pengungkapan skandal suap pengurusan dokumen yang melibatkan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur dengan beberapa perusahaan Indonesia dan Malaysia membuktikan bahwa selama ini buruh migran Indonesia di Malaysia tidak hanya menjadi sapi perahan majikan dan perusahaan yang mempekerjakannya, tetapi juga menjadi sumber keuntungan yang tidak sah bagi pejabat publik yang seharusnya melindunginya. Citizen Services atau pelayanan warga negara yang selama ini dicitrakan di KBRI Kualalumpur sebagai pelayanan prima bagi buruh migran faktanya hanya merupakan isapan jempol semata.

Praktek suap ini juga menyebabkan keengganan bagi para buruh migran Indonesia yang hendak mengurus dokumen paspor agar menjadi sah keberadaannya di Malaysia. Hal ini pula yang menyebabkan mereka harus memilih jalur pintas menumpang kapal-kapal tak layak yang menyeberangi perbatasan Indonesia-Malaysia untuk menghindar pemeriksaan dokumen paspor. Pilihan penuh resiko ini berakibat fatal dengan kecelakaan yang berulang kali terjadi baik di Selat Malaka maupun di perairan Sabah Malaysia Timur.

Di sisi yang lain, fungsi-fungsi perlindungan dan monitoring kondisi warga negara Indonesia yang bekerja di Malaysia menjadi terabaikan ketika para diplomatnya lebih bersemangat untuk terlibat dalam bisnis pengurusan dokumen WNI yang mendatangkan keuntungan.

Dari hasil monitoring yang dilakukan Migrant CARE, terjadi kemerosotan kualitas pelayanan dokumen pengurusan paspor dari tiga hari menjadi 12 hari meskipun mereka sudah membayar biaya yang lebih besar. Kemerosotan pelayanan ini yang mengakibatkan buruh migran terpaksa harus tidur di trotoar KBRI Kualalumpur untuk mendapatkan nomor antrean yang dalam seharinya rata-rata ada 1000 orang yang mengurus. Selain kurun waktu yang makin lama proses pengurusan paspor, buruh migran juga harus datang tiga kali untuk perpanjangan dokumen tersebut, sehingga terpaksa meninggalkan kerja dan mengahabiskan uang.

Kekerasan juga masih merupakan keseharian yang dialami oleh PRT migran Indonesia yang bekerja di Malaysia. Kasus kekerasan yang dialami oleh Suyantik, PRT migran Indonesia yang dianiaya majikan memperlihatkan bahwa belum ada perubahan yang signifikan atas nasib PRT migran Indonesia yang bekerja di Malaysia. Kasus Suyantik saat ini memasuki tahap sidang kedua pada tanggal 7 Februari 2017 di Mahkamah Petaling Jaya dengan agenda pemberkasana dokumen. Sidang ketiga akan berlangsung pada 17-19 April 2017. Meski proses hukum terhadap kasus ini terbilang cepat, namun perlu pengawalan yang intensif agar tuntutan jaksa terhadap majikan (pasal 307 Penal Code, percobaan pembunuhan) dengan maksimal hukuman 20 tahun penjara dapat terelaisasi dalam vonis yang akan dijatuhkan oleh Mahkamah kedepan. Dalam kurun waktu enam bulan terakhir ini, puluhan jenasah buruh migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur dipulangkan dalam kondisi tubuh yang mengenaskan tanpa kejelasan informasi yang memadai.

Atas situasi tersebut, Migrant CARE menyatakan bahwa kondisi buruh migran Indonesia di Malaysia berada dalam kondisi bahaya. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia harus segera mengambil langkah-langkah segera:

  1. Mengungkap tuntas kasus suap pengurusan dokumen paspor yang melibatkan pejabat public Indonesia dan Malaysia serta korporasi Indonesia dan Malaysia sehingga pengusutan tidak hanya berhenti pada Atase Imigrasi KBRI KL, tetapi juga pada pejabat-pejabat public Indonesia dan Malaysia serta korporasi Indonesia dan Malaysia yang terlibat dalam pengambilan keuntungan tak sah yang merugikan buruh migran Indonesa di Malaysia. Termasuk dalam hal ini IMAN Resources SDN BHD yang monopoli dalam memberikan layanan perpanjangan permit dan pemulangan buruh migran tidak berdokumen dengan biaya yang sangat mahal dan tanpa adanya jaminan kepastian hukum.
  2. Menuntaskan akar masalah penyebab berulangkalinya terjadi kecelakaan kapal penumpang di perbatasan Indonesia-Malaysia yang mengakibatkan puluhan buruh migran Indonesia menjadi korban dan mati sia-sia.
  3. Mengevaluasi implementasi MoU Indonesia dan Malaysia tentang perlindungan PRT migran yang selama ini hanya menjadi macan kertas tanpa adanya kepatuhan kedua negara dengan terus berulangnya praktek kekerasan terhadap PRT Migran Indonesia di Malaysia
  4. Mendesak Pemerintah Indonesia (Eksekutif dan Legislatif) untuk segera menuntaskan revisi UU Nomor 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI yang berbasis pada UU No 6/2012 tentang ratifikasi konvensi buruh migran

Jakarta, 9 Februari 2017

Wahyu Susilo
Direktur Eksekutif
08129307964

Anis Hidayah
Kepala Pusat Studi Migrasi
081578722874

Alex Ong
Representative Malaysia
+60196001728

TERBARU