Presiden Jokowi Harus Memimpin Langsung Diplomasi Pembebasan Buruh Migran Indonesia Yang Terancam Hukuman Mati !

Pernyataan Sikap Masyarakat Sipil Indonesia

Mengenai Eksekusi Pancung Terhadap Siti Zaenab, PRT Migran Indonesia di Saudi Arabia

Presiden Jokowi Harus Memimpin Langsung Diplomasi Pembebasan Buruh Migran Indonesia Yang Terancam Hukuman Mati !

Pelaksanaan eksekusi mati dengan cara pancung yang dilakukan otoritas Saudi Arabia terhadap PRT migran Indonesia asal Bangkalan Jawa Timur, Siti Zaenab pada tanggal 14 April 2015 telah memenggal rasa kemanusiaan dan keadilan.

Hukuman mati, bagaimanapun juga adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia dimana negara secara langsung memberi keabsahan atas penghilangan nyawa. Dalam situasi seperti ini, sebenarnya pemerintah Indonesia tidak memiliki legitimasi moral dan politik menggunakan norma hak asasi manusia memprotes eksekusi yang dilakukan otoritas Saudi Arabia. Hal ini disebabkan karena Indonesia masih menerapkan pidana mati dalam hukum positifnya.

Pemerintah Indonesia memang memprotes pelaksanaan eksekusi mati dari sudut pandang tata krama diplomasi antar bangsa karena hingga saat eksekusi terjadi tidak ada notifikasi/pemberitahuan mengenai tindakan Saudi Arabia dalam penghilangan nyawa warga negara Indonesia ini. Kondisi ini merupakan perulangan sikap yang dilakukan otoritas Saudi Arabia seperti saat mengeksekusi Ruyati, PRT Migran ndonesia pada tanggal 18 Juni 2011. Eksekusi pancung terhadap Ruyati juga berlangsung tanpa notifikasi kepada Pemerintah Indonesia dan keluarganya. Perulangan sikap ini membuktikan bahwa otoritas Saudi Arabia melecehkan hubungan diplomasi Indonesia-Saudi Arabia yang seharusnya didasari pada prinsip saling kepercayaan. Oleh karena itu sudah sewajarnya, pemerintah Indonesia melancarkan protes keras atas langkah arogan pemerintah Saudi Arabia dan sangat perlu mengambil langkah-langkah diplomatik yang tegas dengan memulangkan duta besar Saudi Arabia untuk Indonesia.

Masalah hukuman mati yang dihadapi ratusan buruh migran Indonesia di luar negeri memang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Jokowi yang menempatkan masalah perlindungan warga negara sebagai salah satu prioritas yang ada dalam visi-misi pemerintahan sekarang, NAWACITA. Terakumulasinya ratusan buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati dan ribuan kasus kekerasan yang dialami buruh migran Indonesia menjadi potensi bom waktu akibat kegagalan diplomasi perlindungan buruh migran pada masa pemerintahan sebelumnya. Tentu saja pemerintahan Jokowi tidak bisa mengelak dan berdalih atas situasi ini tetapi harus mengambil langkah cerdas untuk menanganinya segera.

Langkah cerdas tersebut adalah menghapus rintangan-rintangan politik yang menghalangi legitimasi politik dan moral diplomasi Indonesia dalam pembebasan buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati dan kasus-kasus kekerasan lainnya. Rintangan tersebut adalah masih berlakunya pidana mati dalam hukum positif Indonesia dan masih adanya keengganan di pemerintah dan parlemen Indonesia akan adanya UU Perlindungan PRT Dalam Negeri.

Akan tetap sulit bagi Indonesia untuk memperjuangkan pemebebasan buruh migran Indonesia dari hukuman mati, jika di Indonesia sendiri juga masih menerapkan pidana mati. Oleh karena harus ada keberanian dari pemerintah Indonesia untuk mengakhiri pidana mati dalam hukum positif Indonesia. Demikian juga dalam soal perlindungan PRT migran Indonesia, tanpa adanya UU Perlindungan PRT di dalam negeri, Indonesia juga tak punya legitimasi yang kuat untuk menuntut adanya perlindungan PRT migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Langkah-langkah konkrit lain yang harus segera dilakukan adalah menguatkan diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia dengan prioritas pembebasan ratusan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara. Langkah ini mensyaratkan adanya diplomasi tingkat tinggi (high level diplomacy) yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi terutama untuk langkah-langkah darurat terhadap puluhan buruh migran Indonesia yang sudah divonis tetap dan menunggu waktu eksekusi. Langkah ini mutlak dilakukan agar eksekusi terhadap Ruyati dan Siti Zaenab tidak terulang lagi.

Jakarta, 16 April 2015

Migrant CARE – KontraS – Institut KAPAL Perempuan – Imparsial – KWI – Koalisi Perempuan – Jaringan Gusdurian – Change.org

TERBARU