Siaran Pers May Day: TKI menghadapi Hukuman Mati, Presiden Sibuk Ngurus Partai
Setiap tanggal 1 Mei, buruh di seluruh dunia memperingati hari Buruh Internasional atau yang lebih dikenal dengan May Day. Akar sejarah May Day dimulai pada tahun 1806 ketika terjadi pemogokan kerja secara besar-besaran di Amerika karena para buruh dipaksa bekerja selama 19 – 20 jam dalam sehari. Di Indonesia, peringatan May Day merupakan momentum untuk melanjutkan perjuangan kaum buruh untuk menuntut pemenuhan hak hak mereka yang selama ini belum sepenuhnya diterima secara utuh seperti upah layak, kebebasan berserikat dan penghapusan sistem kerja outsourcing.
Situasi yang sama hingga saat ini juga di alami oleh Buruh Migran Indonesia yang bekerja di di luar negeri, terutama mereka yang bekerja di sektor rumah tangga. Bekerja tanpa jaminan jam kerja, mengalami pelecehan seksual, penyiksaan, meninggal dunia hingga ancaman hukuman mati. Menurut catatan di Migrant CARE pada tahun 2013, sedikitnya 420 Buruh Migran yang masih terancam hukuman mati di luar negeri dan 99 orang diantaranya sudah divonis hukuman mati dan 2 orang sudah dieksekusi mati di Arab Saudi. Satgas Anti Hukuman Mati yang tidak diperpanjang masa kerjanya meningggalkan pekerjaan rumah yang cukup serius. Antara lain pemerintah dituntut untuk maksimal membela dan membebaskan 5 PRT migran yang tinggal menunggu eksekusi di Arab Saudi. Mereka adalah Satinah Binti Jumadi, Siti Zaenab, Tuti Tursilawati, Aminah Binti Budi dan Darmawati. Rentetan kasus-kasus yang dialami buruh migran tersebut selama ini menjadi catatan hitam era pemerintah presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada sisi yang lain, pesta demokrasi yang akan diselenggarakan tahun depan telah menyedot konsetrasi para pejabat yang memiliki otoritas untuk melindungi buruh migran dari berbagai ancaman, tak terkecuali presiden SBY. Presiden SBY lebih sibuk mengurus partai Demokrat sejak ditetapkan sebagai ketua umum partai tersebut pada KLB dua bulan yang lalu daripada peduli pada nasib buruh migran . Situasi ini semakin memperburuk perlindungan buruh migran yang memang selama ini kurang ditangai secara serius oleh pemerintahan SBY.
Setali dua mata uang, para pencari kekuasaan baik di eksekutif maupun legislatif yang akan berlaga pada ajang PEMILU 2014 juga akan hanya menjadikan buruh migran sebagai komoditas politik untuk meraup suara semata.
Menyikapi situasi diatas dan dalam rangka memperingati May day tahun 2013,Migrant CARE mendesak pemerintah untuk:
1. Presiden SBY dan para pembantunya untuk melaksanakan amanat rakyat Indonesia untuk bertanggung jawab penuh dalam melindungi buruh migran dan tidak menyibukkan dirinya untuk urusan partai politik.
2. SBY harus memiliki keberanian yang extra sebagai presiden dari negara yang berdauat untuk menyelamatkan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di luar negeri.
3.Presiden SBY harus memastikan bahwa revisi UU TKI tidak keluar dari koridor konvensi buruh migran yang baru saja diratifikasi pemerintah Indonesia pada tanggal 12 April 2012
4. Mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mewujudkan sistem legislasi nasional utk perlindungan pekerja rumah tangga migran melalui ratifikasi konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT
Jakarta, 1 Mei 2013
CP:
Anis Hidayah (Direktur Eksekutif, 081578722874)
Wahyu Susilo (Analis Kebijakan, 08129307964)